Harga sebuah detik.
Kita tidak akan pernah bisa membeli waktu. Tidak akan. Kalau orang Barat mengatakan "waktu adalah uang," maka tepatlah yang bilang bahwa "waktu adalah pedang". Beruntunglah bagi kita yang dididik bahwa hidup ini bukan soal materi finansial semata. Waktu adalah pedang. Pedang karena keberfungsiannya tergantung pada tangan yang mengendalikan. Ketika dibiarkan, maka ia sia tak menghasilkan apa-apa. Ketika digunakan dengan baik, maka ia berbuah baik menghasilkan irisan rapi dan makanan lezat. Ketika dimanfaatkan dalam keburukan, ia bahkan mampu merenggut nyawa manusia. Waktu.
Harga sebuah detik.
Ada bagian dari kita yang merasa selalu diburu waktu. Sebagian yang lain merasa diledek oleh waktu. Ada yang memaki atas sempitnya waktu. Tak jarang pula yang tak elak bosan atas waktu yang tak kunjung usai. Harga waktu jadi begitu relatif tergantung pada manusia yang memaknai.
Harga sebuah detik.
Di dunia ini, ada yang bosan hidup dan ingin cepat mati. Ada pula yang takut mati dan keranjingan janji dunia hidup selamanya. Ada lagi yang bosan hidup, namun tak ingin mati. Manusia memang selalu unik dengan segala tabiatnya. Bumi berputar, kisah hidup manusia menyejarah dan kadang terulang lagi. Berputar pada siklus yang sama.
Harga sebuah detik.
Pada akhirnya tidaklah penting kita dikenang oleh dunia, karena siapa juga yang peduli pada dunia jika kita telah sampai akhirnya pada akhirat? kebenaran itu pun seoalah tiada yang benar-benar tahu meski banyak insan yang sok tahu. Bagaimana kita mampu menafsirkan secara utuh perihal rahasia hidup yang telah menjadi suratan takdir?
Harga sebuah detik.
Ada pula yang tidak pernah bosan mengucap taubat. Duhai, manusia-manusia itulah yang sejatinya patut dicemburui tingkat tinggi. Bukankah rasa sabar dan syukur adalah dua kendaraan yang paling kita idam-idamkan sebagai kaum pengiman? Bahkan pada titik ia merasa tak miliki salah pun, ia bertaubat. Karena sesungguhnya perasaan semacam itu adalah bagian dari kesalahan yang besar, begitu batinnya.
Harga sebuah detik.
Mana ada yang tahu bahwa ternyata satu-dua detik saja begitu berharga, sampai meeka menyaksikan balap lari, sampai ia memaknai sakaratul maut hingga meninggalkan diri? Mana ada yang paham betapa mengerikannya satuan waktu, sampai ia menyadari bahwa sama sekali tidak ada jaminan akan hadirnya sebuah happy ending? bagaimana kalau detik ini waktu akan berakhir, bagaimana jika ia berhenti pada keadaan terburuk? tidakkah itu mengerikan? adakah kita cukup percaya diri meraih khusnul ataukah su'ul?
Harga sebuah detik.
Mau menunggu sampai kapan untuk bersegera? sejak kapan bangkit dari dunia dan jatuh kepada-Nya membutuhkan syarat selain berserah? jika ada alasan, mungkin hanya "malas" lah yang menjadi satu-satunya. Jika jiwa tak menemukan lentera, jadilah lentera itu sendiri. Bukan pribadi yang kuat dan mampu, melainkan karena ada Allah yang menjadikan ia kuat dan mampu.
Harga sebuah detik.
Kita boleh putus asa terhadap diri kita. Namun terhadap-Nya, jelaslah putus asa itu berada dalam larangan yang teramat nyata. Senyata kacang kedelai hitam dalam beningnya gelas kaca.
Harga sebuah detik.
Jika waktu bisa ditukar, maka sebaik-baik alat tukarnya bukanlah uang. Melainkan istighfar.
Batavia, 3 Ramadhan 1437 H
No comments:
Post a Comment