Tuesday, May 5, 2020

Pada Ketenangannya, Siapa Tak Jatuh Cinta?

Kemarin, 11 Ramadhan, kabarnya adalah hari wafat dari ibunda kita tercinta, Khadijah binti Khuwailid  رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا. Aku tidak tau sih, kalau kamu bagaimana. Tapi aku sendiri sungguh membutuhkan waktu untuk memaknai kisah manis tentang beliau. Namanya memang tak asing di telinga sejak bertahun-tahun lalu, tentu saja. Yah, barangkali kamu juga sama. Siapa yang tak tahu bahwa Khadijah adalah istri pertama Nabi Muhammad , perempuan yang sangat Nabi cintai, dan padanya terhimpun frase indah "wanita salihah"?

Tapi untuk memaknai itu, aku sungguh butuh waktu. Dahulu, pengetahuan tentangnya mungkin hanya sekadar rentet peristiwa sejarah saja. Bahwa beliau begini dan begitu. Tapi semakin kesini, kisahnya semakin terdengar nyata. Jika padaku ada yang bertanya tentang definisi cantik itu apa, maka ketenangan dan kesahajaan seperti ibunda Khadijah adalah salah satu jawaban terbaiknya.

Hari ini, banyak perempuan mengeluhkan betapa sulitnya menyimpul senyum setiap hari ketika suami mereka pulang. Kondisi hati yang sering berubah-ubah menjadikan aktivitas senyum yang terdengar sederhana jadi pekerjaan tak mudah. Belum lagi jika ada begitu banyak tantangan keluarga dan rumah tangga, jangankan tersenyum atau menyiapkan minum, boleh jadi lisan justru sering lupa dan buru-buru bertanya, "Hari ini bagaimana?" atau "Ada apa? Kenapa kok mukanya begitu?" ketika mendapati pasangannya pulang dengan wajah lesu. Di kesempatan lain, hari-hari melelahkan atas urusan rumah pun membuat perempuan begitu cepat curhat dan berkeluh kesah, hingga tak jarang lupa menyerikan wajah padahal laki-lakinya baru saja tiba. Namun pada kisah Khadijah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا tidaklah demikian. Beliau sungguh memberi contoh luar biasa bagi kita.

Coba bayangkan. Suatu hari Rasulullah ﷺ pulang menunjukkan ekspresi takut dan tubuhnya menggigil. Beliau Saw. tak meminta apa-apa, hanya memohon pada istrinya Khadijah untuk diselimuti. Secara fitrah, perempuan umumnya akan bertanya-tanya. Sungguh bukan pekerjaan mudah mengatur lisan untuk tak melontarkan macam-macam pertanyaan hingga komentar, apalagi jika seharian sudah tak ada teman bicara. Tapi Khadijah mengatasinya dengan sangat baik. Padahal saat itu, sudah cukup lama Rasulullah bolak-balik ke Gua Hira untuk bertafakur. Sudah sering agaknya Khadijah ditinggal di rumah tanpa kehadiran suaminya. Bayangkan betapa tangguh dan kuatnya Khadijah.

Sungguh, ibunda kita itu tak hanya menyelimuti nabi secara fisik, namun juga dengan kekuatan batin yang luar biasa. Beliau memberikan ketenangan dengan sikap dan tindak-tanduk, dengan cintanya yang hangat dan menghangatkan.

"Muhammad," ujarnya kepada Nabi, "Janganlah engkau bersusah hati. Sebab tidak ada orang yang sebaik engkau yang akan memperoleh celaka. Tidak ada, suamiku."

"Tidak ada orang melarat yang datang kepadamu yang tidak engkau beri sumbangan. Si miskin tidak pernah pulang dari rumah ini dengan tangah hampa. Tidak ada orang lemah yang butuh pertolongan yang tidak engkau tolong," lanjut Khadijah.

Tak berhenti sampai disitu, bahkan ketika kondisinya sudah tenang, Khadijah juga menjadi teman diskusi nabi dan menawarkan solusi. Ia tak hanya bijaksana, tapi juga merupakan seorang perempuan yang cerdas. Ia yang mengajak Nabi untuk pergi ke rumah Waraqah bin Naufal, seorang senior yang terkenal bijak yang pada akhirnya memberi pencerahan atas apa yang dialami Nabi malam itu.

Entahlah, kalau dibicarakan betapa menawannya akhlak beliau, mungkin tak akan usai. Ini hanya satu kisah, yakni ketika Rasul baru saja bertemu malaikat Jibril dan memperoleh wahyu pertama kali. Belum lagi kisah dakwah beliau, bagaimana Khadijah tanpa perhitungan mendukung dakwah suaminya itu secara totalitas, bahkan hingga pernah menyambut Nabi pulang dalam kondisi perut yang lapar namun tetap dengan penerimaan utuh tanpa syarat. Padahal kita semua tahu, Khadijah sebelumnya adalah perempuan Makkah yang terkenal kaya raya. Mungkin tersebab iman yang ada pada dirinyalah, cinta milik Khadijah jadi bisa sekuat dan semenenangkan itu. Bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk Nabi dan orang-orang di sekeliiling, bahkan untuk kita yang belum pernah berjumpa dengan sosoknya.

Sumber Gambar

Atas kecintaan Rasulullah ﷺ pada Ibunda Khadijah, diriwayatkan dari Aisyah  رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا, ia berkata, "Aku tidak pernah cemburu kepada istri-istri Nabi saw selain kepada Khadijah, padahal aku tidak pernah menjumpainya..."
(Muttafaq 'alaih, HR Muslim 2435)

Riwayat Bukhari menyebutkan; beliau kadang menyembelih seekor kambing, kemudian beliau memotongnya menjadi beberapa bagian, setelah itu beliau kirimkan kepada teman-teman Khadijah. Aku kadang berkata pada beliau, "Seakan di dunia ini tidak ada wanita selain Khadijah!" Beliau berkata, "Dia begini dan begitu, aku memiliki anak darinya." (Shahih, HR Bukhari 3818 Kitab Fil Manaqib)

"Khadijah," ujar Rasulullah, "Ia beriman kepadaku kala orang-orang ingkar padaku. Ia membenarkanku kala orang-orang mendustakanku. Ia membantuku dengan hartanya kala orang-orang tidak memberiku. Dan, Allah memberiku anak-anaknya kala Dia tidak memberiku anak-anak dari wanita-wanita lain." (Hasan, HR Ahmad)

Semoga kita bisa meneladani beliau, ya. Minimal memiliki cita dan menuju seperti apa yang beliau teladankan. Aamiin..

*


Oh iya, beberapa hari lalu aku menulis penggal kisah tentang Ibunda Khadijah bersama Ibu Eko Yuliarti Siroj, bisa klik di sini untuk membaca atau di sini untuk mendengar versi yang sudah disuarakan oleh Ibu Elly Farida. Kemudian, ini ada catatan kuliah salah seorang sahabat, Ayu Nur Maulidian, tentang menjadi wanita setenang malam yang Ibunda Khadijah adalah sebaik-baik contohnya.

Catatan Kuliah @ayunurmaulidian
Sedikit penjelasan dari catatan di atas, bahwa di dalam Al-Qur'an kata "sakinah" yang artinya tenang hanya dipakai untuk dua hal. Yang pertama adalah wanita (dalam QS Ar-Rum ayat 21) dan yang kedua adalah malam (dalam QS Yunus: 67, QS Al Qasas: 73, dan QS Ghofir: 61). Sebaik-baik contoh tentang wanita yang menenangkan adalah Ibunda Khadijah  رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا, hingga beliau mendapat karunia dari Allah berupa rumah kayu di surga, sebab tak pernah membuat kegaduhan dalam rumah tangga Nabi.

Persamaan wanita dengan malam, disebutkan dalam Al-Qur'an adalah fungsinya yang sebagai pakaian.  Wanita sebagai pasangan untuk laki-laki, merupakan pakaian. Begitu pun malam disebutkan sebagai pakaian, “Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan.” (QS. An-Naba': 10-11).


Ditulis di Tangerang,
12 Ramadhan 1441 H

Sebagai pengingat,
untuk nanti dibaca lagi.