Thursday, August 29, 2013

Kalau Langit Nyalakan Api

‘Kalau langit nyalakan api,
Jangan biarkan ia terbakar’

Gelap,
Merah,
Membara,
Pelabuhan malam yang mencekam
Menyelimuti wajah-wajah suram
Menekan paras dua ratus penggeram

Bila kau mampu, nyalakan saja obor itu!
Biar tumpah, bakar semua sepatu
Dasar kepala batu!
                Aku tahu jemari itu jenuh,
Aku tahu kepala itu keruh.

Tapi kalau langitmu mulai menantang,
Badaimu siap datang,
Asa-mu hendak terbang,
Jangan biarkan jiwamu hilang.

Memang,
Kau cuma sang ilalang
Seperti yang kau dan mereka bilang.

Tapi tegakah kau menjadi seorang pecundang,
Di hadapan Rabb-mu Yang Maha Penyayang?

Hidup itu selalu punya ruang.
Tinggal bagaimana kau mau, dan hendak berjuang.


Querist.

Ditulis pada tanggal 6 Agustus 2012, sekitar satu tahun lalu, di asrama MAN Insan Cendekia Serpong. Terinspirasi dari kisah salah seorang teman seperjuangan yang tengah terombang-ambing. Setiap kita pasti mengalaminya; kisah yang mampu menginspirasi orang lain, mungkin, tanpa kita sadari. Maka tak ada salahnya untuk berbagi. :)

Monday, August 5, 2013

Yuk, Berhijab!, Saya, Kakak, dan Josh

Jadi, dua hari yang lalu (3 Agustus 2013), saya hang out bareng kakak. Bermodalkan izin jalan-jalan ke Gramedia, niat nyari buku. Meski pada akhirnya, gak jadi juga ke Gramedia (di Senayan adanya Kinokuniya sama Gunung Agung). :D

 Buku yang saya incar hari itu adalah terbitan mizania karya Ustad Felix Siauw dan Emeralda Noor Achni yang berjudul Yuk, Berhijab! (sebuah buku terobosan sekali menurut saya, karena berani hadir di tengah-tengah gempuran buku fashion hijab yang merajalela beberapa waktu terakhir).

Yang ingin saya bagikan disini adalah percakapan-percakapan singkat saya dengan seorang bule Amerika nonislam yang berperan sebagai temannya kakak saya. Sebut saja dia ini Josh. Lebih sopannya, Mr. Josh (well, usianya sudah terbilang tiga puluh tahun ke atas. Meski awalnya saya kira dia tidak setua itu karena tingkah lakunya yang bisa dibilang 'muda'. Hha).

Pertama kali bertemu si Josh ini, ketika selesai naik eskalator. Lantas kami bertiga menuju satu toko buku kecil yang menyediakan buku-buku impor dari luar negeri. Disana percakapan saya dengan si Mr. Josh ini bermula.

Ri..?
Ri-ris
Ya, Riris. Cari buku apa? (Mr. Josh bisa bahasa Indonesia sedikit-sedikit.)
Ng.. cari-cari aja dulu kali ada yang cocok nanti
Ooh..
Udah dari tadi di sini?
Tidak, tadi aku ke...
*cut. itu awal perbincangan saya dengan dia. Selebihnya saya lupa dia ngomong apa. Haha*

Bagian serunya jelas bukan disitu (apa pula pentingnya percakapan di atas, haha). Jadi, di sini saya hendak berbagi tentang percakapan-percakapan yang menurut saya menarik saja. Begini.

Percakapan I
Waktunya shalat Zuhur, dan segera mencari tempat shalat. Di tengah perjalanan, Mr. Josh bergumam
Kalau solatnya telat, memang kenapa?
Rugii *jawab saya seadanya
Rugi?
Iya, disadvantage, Josh
Ooh...

Yup. Kalau shalat kita ditunda-tunda; telat, sejatinya kita merugi. Ingin saya bicara panjang lebar memberi kabar ke Josh tentang hal ini. Tapi saat itu kosakata saya masih sedikit sekali. (kebiasaan kalau pertama kali ketemu orang baru. Apalagi orang asing. -.-) Logikanya begini. Kita janjian dengan seorang teman untuk bertemu. Untuk menghadiri sebuah acara yang akan diadakan dari jam 9 sampai jam 12 misal. Jika kita berdua hadir jam 9, tentu banyak isi acara yang bisa kita nikmati. Lah kalau jam 12 baru datang? apa coba yang kita dapat, paling tinggal menyaksikan acara penutupan. :D
Soal shalat ini seringkali jadi sederhana sekali, bisa juga kita analogikan dengan menonton film di bioskop. Kita sudah beli tiket mahal-mahal, lantas dengan sengajanya kita hadir di detik-detik terakhir; hanya melihat ending filmnya saja. Rugi, bukan? that's it. :)

Percakapan II
Riris, selalu pakai rok? *nunjuk rok saya
Eh? nggak kok, cuma sering
Ooh sering. Sulit kalau naik motor?
Nggak kok, kan pakai celana panjang juga meski pakai rok :D
Ooh, tidak panas?
Enggaaaa. *beneran Mr, ini tidak panas sama sekali, hha
----------usai dari Kinokuniya kalau gak salah----------

Banyak orang yang beranggapan pakai rok itu merepotkan, apalagi rangkap celana panjang. What? terus roknya buat apaa mending pakai celana panjangnya aja kan -.- tidak sedikit yang berfikir seperti itu. Saya sendiri mulai sering menggunakan rok setelah sekolah di Madrasah Aliyah yang kece abis. Sebelumnya, rok itu insidental sekali. Berangkat ke sekolah, atau acara buka bersama saat Ramadhan. Yup, insidental. Dan saya mulai membiasakan diri setelah duduk di bangku Aliyah, sampai saat ini. Panas? tidak sama sekali! percaya deh :D bahkan menggunakan rok itu lebih enak dan nyaman. Lebih asik buat asik-asikan (apa ini maksudnya? haha). Makanya, untuk para perempuan cobain aja, biar tahu sensasinya. Hhe.

Percakapan III
Karena di Kinokuniya Yuk, Berhijab! belum ada stoknya, maka kami menuju Gunung Agung yang berarti harus nyebrang, menuju plaza sebelah. Di tengah jalan raya, di mana zebra crossnya tidak (terlalu) berfungsi kalau gak ditemenin pak polisi, Mr Josh ini mengomentari lagi.

Itu topi buat apa? *nunjuk ciput topi yang saya kenakan
Yaa, pakai aja (saya menjawab sekenanya, bingung mesti bilang apa)

 dan kakak saya pun angkat bicara

Jadi, kalau cewek pakai jilbab itu caranya beda-beda. Tergantung orangnya nyamannya gimana. Kalau kayak gue ini kan gak pakai yang topi itu, kalau Riris pake, soalnya dia nyamannya begitu.
Pasti buat gaya. Kalau perempuan pakai pakaian itu pasti untuk bergaya
Enggak kok, kalau gue pake pakaian karena gue merasa nyaman aja. Bukan buat gaya.

Saya diam disana. Nyengir doang. Hha
Bagaimana menurut Anda? soal bergaya ini. Saya tidak setuju sekali dibilang perempuan kalau pakai pakaian pasti buat bergaya. Hha. Kalau seperti yang kakak saya bilang; merasa nyaman, it's okay lah. Saya setuju. Merasa nyaman. Dan yang paling penting, kita sebagai muslimah, harusnya merasa nyaman dengan pakaian yang sesuai dengan tuntunan syariatNya. :) Semoga kita demikian, saudari-saudari. Aamiin.

Percakapan IV
Sampai di Gunung Agung, dan saya bahagia sekali karena menemukan Yuk, Berhijab! tersedia di sana -dan stoknya yang terlihat tinggal satu buah; meski ternyata masih bayak tersimpan di rak buku belakang- kami bertiga berpencar. Lantas tahu-tahu saya berpapasan dengan Mr. Josh ini di bagian buku-buku enterpreneurship.

Riris, itu buku gambar atau bacaan? *menunjuk Yuk, Berhijab! yang warnanya ungu-pink ngejreng
Oh ini buku bacaan kok *antusias, menyodorkan buku tersebut ke arah Josh

Dan saat itu saya tidak tahu mesti bilang apa. Makanya, saya keliling-keliling dulu, meninggalkan si Josh dengan buku Yuk, Berhijab! di tangannya. Selang beberapa lama, saya kembali, lantas mencoba membuka percakapan.

Kenapa? mau ikutan berhijab juga? hhe *pertanyaan iseng melihat Josh yang kayanya serius sekali membaca cover belakang Yuk, Berhijab!
 Ini buku seram, ada pocongnya *nunjuk gambar pocong di bagian belakang. Dan sukses bikin saya ketawa. Asli. Haha


Jujur, saya bingung mau jawab apa. Mengingat perbedaan kepercayaan, ditambah rasa takjub bagaimana bule Amerika ini mengerti yang namanya pocong. Hhe.

Kakak saya tahu-tahu datang. Josh kembali bergumam melanjutkan komentarnya tadi.
Memangnya, kalau tidak berhijab hidup jadi sengsara?
-dan tidak ada yang menjawab. Saya dan kakak sama-sama ketawa saja. Entah menertawakan hal yang sama, atau lain-

Kalau tidak berhijab, hidup jadi sengsara? cek lagi pertanyaan si Josh ini, Menurut saya, jawabannya: Iya. Sengsara, lebih tepatnya merugi sekali. Rasanya kalau gak berhijab itu, apa ya... Nng, nggak keren! Hhe 8) Bagaimana, Anda punya pendapat?

Percakapan V
Dan siang itu saya membeli dua buah buku pada akhirnya. Yuk, Berhijab! dan sebuah buku, juga terbitan mizania, karya Irfan Amalee (saya baru dengar nama ini, jujur saja) yang berkisah tentang perjalanan para insan pemburu beasiswa. Semoga bisa memacu semangat saya yang bulan depan Insya Allah akan mulai menjadi mahasiswi. Aamiin. :)
Usai dari Gunung Agung, kami bertiga mampir duduk di pinggiran keramik air mancur di dalam plaza. Yang menarik, sementara kakak saya membuka buku karya Irfan Amalee, si Mr. Josh ini semangat sekali membuka segel buku Yuk, Berhijab! -dan mulai membacanya, dari halaman pertama-. Nice. Anda bisa lihat ekspresinya;


Terlihat sangat tertarik -setidaknya di foto ini- -.- membuat saya dan kakak saya takjub. Rasanya ajaib sekali melihat seorang bule nonislam antusias membaca buku bernadakan Islam, ditambah judulnya Yuk, Berhijab! Haha. Mr Josh tidak sembarangan membacanya. Dia menanyakan beberapa kosakata bahasa indonesia yang agaknya sulit dimengerti, terutama bahasa serapan. Fitrah? gamblang? mahram? taqwa? Beberapa kali kami berdua -saya dan kakak- mencoba memberi definisi yang kiranya mudah dicerna. Diam-diam saya berharap sekali dia mau membaca buku itu sampai habis. :D beberapa halaman, dan dia mulai melongkap-longkap bacaannya.

Sampai di situ, selanjutnya kami pulang. Ber-sayonara di jalan depan mall, dan berpisah. Mr Josh hendak menuju Tanah Abang, berjumpa dengan beberapa kawannya. Sementara saya dan kakak menuju hunian; rumah. Sebenarnya masih ada percakapan-percakapan yang saya rasa unik dan menarik; memunculkan pemikiran-pemikiran baru dalam kepala saya. Seperti tentang bagaimana bule di Indonesia begitu dilayani-dihargai tak seperti orang pribumi. Yah, pantas saja bangsa kita terkenal ramah di mata dunia. Atau tentang bagaimana penjualan buku di Amerika yang tiada bersegel plastik (dan hal ini membuat saya heran bagaimana buku-buku yang dijual masih tetap baik kondisinya meski tidak dibungkus plastik. -.-). Beberapa kali juga, Mr. Josh menanyakan tentang sekolah saya. Tentang cita-cita, jurusan, dan kenapa memilih tempat menuntut ilmu yang jauh dari rumah. Tapi yang saya angkat di sini adalah sisi yang telah saya ceritakan di atas. Tidak merasa anti untuk mengetahui tentang ajaran agama lain yang tidak dia anut. Sekiranya sebagai muslim, kita bisa bertindak demikian. Tahu itu perlu. Karena tidak lucu sekali jika kita fanatik akan suatu agama, tapi tanpa disertai alasan-alasan yang mendukung. Kita perlu tahu. Maka bentengi dengan ilmu yang disempurnakan iman. Maka berbuat dengan disertai keyakinan. Islam itu rahmatan lil alamin. Maka sekarang tentang bagaimana kita sebagai yang menjalaninya, sebagai seorang muslim, menyiarkan Islam itu. Memaksimalkan rahmatan lil alamin itu. :D

Semoga bermanfaat. Jazakumullah Khairan Katsiir. :)