Wednesday, July 15, 2015

Tentang Hati

"Kedekatan hati itu tidak rumit, Nak. Kalau dua hati sama-sama terkoneksi dengan Allah, mereka akan senantiasa menemukan cara untuk saling menyapa meski tanpa kata. Mereka akan selalu menemukan cara untuk bertukar kabar meski tanpa jumpa. Kalau dua hati sama-sama terkoneksi dengan Allah, maka tidak perlu lah saling kenal sejak lama, janjian ketemuan, atau hal remeh-temeh semacam itu jadi syarat atas kedekatannya. Mereka akan jadi dekat oleh sebab iman dalam hatinya."

"Ummi sama Tante Zahra dulu begitu? dekat karena Allah?"

"Iya. Ummi sama Tante Zahra bahkan nggak pernah satu almamater. Dulu Ummi pertama kali ketemu Tante di halte bis. Tahu-tahu orangnya ramah sekali."

"Ummi sama Ustadzah Firda juga begitu?"

"Iya, Sayang. Ummi dekat dengan beliau sejak pertama kali sampai ke kota ini. Beliau tetangga pertama yang mengetuk pintu rumah sambil bawain kue buatannya."

"Terus mana bagian imannya, Mi?"

"Orang-orang yang dalam hatinya punya iman, akan dekat dengan sendirinya. Ada ikatan persaudaraan sebagai sesama muslim. Ukhuwah namanya." jawab perempuan yang sedari tadi disapa Ummi itu sambil mengaitkan kedua kelingking tangannya.

"Ummi?"

"Ya?"

"Ummi sama Abi juga begitu?" pertanyaan anaknya kali ini mengundang tawa kecil. 

"Iya Amira sayang. Nanti Amira akan mengerti. Sekarang yang penting kuatkan iman Amira. Iman itu dikuatkan dengan selalu ingat sama Allah. Mulai dari Amira bangun tidur, ingat bahwa Allah yang membangunkan. Amira mandi melihat air, bersyukur Allah beri kesempatan bertemu air. Begitu terus sampai Amira tidur lagi, ingat bahwa hari ini Allah sudah baik sekali mengizinkan Amira bermain, pergi sekolah, mengaji, bertemu teman-teman. In syaAllah dengan iman yang ada, kita akan bertemu orang-orang baik yang juga beriman sama Allah." jawab perempuan itu sambil tersenyum. Anaknya mengangguk-angguk (seakan) mengerti.

"Ummi sama Amira pasti juga begitu," gadis kecil itu mengaitkan kedua kelingking tangannya, kemudian melanjutkan, "Amira dekat dengan Ummi karena kita berdua beriman sama Allah." lantas memperlihatkan gigi-giginya yang berbaris rapi. Perempuan yang sedari tadi disapa Ummi kemudian menyeka kedua sudut matanya.


Monday, July 13, 2015

Perempuan

“Surga ada di telapak kaki ibu.”
-Muhammad SAW-

Perempuan: Peran dan Kontribusinya

            Bicara tentang perempuan berarti berarti bicara tentang eksistensi, peran, serta dampak keberadaannya dalam kehidupan. Perempuan dalam perkembangan zaman mengalami tapak sejarah yang begitu dinamis. Mulai dari perempuan yang dikubur hidup-hidup karena dianggap sebagai aib lagi hina; perempuan yang dianggap memiliki jiwa namun tidak kekal dan hanya bertugas sebagai pelayan; perempuan yang diperlakukan sebagai budak dan di-nomor-duakan; hingga pada ahirnya sampailah risalah Islam yang memberikan pencerahan bahwa perempuan memiliki bagiannya tersendiri dalam kehidupan. Eksistensi serta peranan perempuan nyata –bahkan ia begitu dimuliakan. Perempuan memperoleh kedudukan istimewa dengan menjadi madrasah pertama dan utama bagi setiap manusia; berperan sebagai seorang ibu dalam kehidupan.

            Kualitas perempuan sebagai ibu sangat menentukan kualitas tumbuh-kembang anak-anaknya. Kalimat “Mendidik perempuan Sama dengan Mendidik Bangsa” besandar pada alasan bahwa ibu yang cerdas akan mencerdaskan anak-anaknya. Lebih dari itu, kualitas baik perempuan yang berperan sebagai seorang ibu juga turut menentukan kualitas keluarga. Sebagai unit terkecil dari masyarakat, keluarga berperan penting dalam berbagai aspek, terutama sebagai sarana primer pembentukan karakter anak. Adapun karakter baik anak adalah investasi yang dapat menjadi salah satu tolak ukur kemajuan bangsa di masa depan.

            Penting bagi perempuan untuk menjadi sumberdaya manusia yang berkualitas. Berkualitas yang dimaksud adalah memiliki kualitas secara luas dan menyeluruh mengingat peran perempuan yang memiliki dampak jangka panjang yang besar bagi peradaban. Pada pembukaan acara International Muslim Women Union (IMWU) 14 Februari 2015 lalu, Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Syaifuddin mengatakan bahwa negara yang baik ditandai dengan kaum perempuan yang baik. Menurutnya, perempuan pada hakikatnya merupakan tiang, bahkan fondasi negara. Sebab pada setiap pemimpin yang berhasil memimpin negara, kata beliau, ada perempuan di sampingnya. Hal tersebut tentu menjadikan perempuan sebagai pedang bermata dua. Kualitas perempuan yang baik akan berdampak positif secara luas. Namun sebaliknya, jika kualitas perempuan rendah, tentu akan berdampak negatif secara luas pula.

            Perempuan sebagai individu memiliki tanggung jawab sosial terhadap lingkungannya. Kepekaan sosial merupakan salah satu aspek kualitas yang penting diperhatikan perempuan sebagai makhluk sosial. Sebagaimana ditulis oleh Kartini dalam catatan hariannya pada Januari 1903; “Siapa yang akan menolak jika dikatakan bahwa perempuan mempunyai tugas mulia untuk membentuk moral masyarakat?”. Lebih jauh lagi, dengan meneladani ibunda Khadijah yang menunjukkan tanggung jawab sosialnya melalui kedermawanannya, juga ibunda Aisyah yang mengambil peran besar pada lingkungan sosial dengan kecerdasannya. Maka perempuan, dalam memenuhi tanggung jawab sosialnya sebagai individu dan sebagai bagian dari masyarakat, hendaknya menyesuaikan dengan apa yang ada pada dirinya. Hendaknya ia memaksimalkan potensi yang dimiliki demi kebermanfaatan yang besar dan meluas.

            Ada begitu banyak perempuan yang berperan serta berkontribusi di dalam sejarah peradaban manusia. Baik itu yang secara terang-terangan, maupun yang tidak tertulis dan tidak tercatat dalam lembar catatan sejarah.  Perkembangan peran perempuan di masyarakat menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Hal tersebut tentu menunjukkan suatu hal positif selagi perempuan menjalankan perannya secara tepat dan komprehensif. Namun sayangnya, dewasa ini banyak terjadi pergeseran paham yang dikhawatirkan justru akan menyebabkan bumerang tersendiri bagi perempuan. Peran perempuan pada sektor publik yang berlebihan rentan mengganggu perannya sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya baik sadar maupun tidak. Maka dari itu, peran perempuan dalam sejarah peradaban manusia memiliki artian yang luas sejauh perempuan memiliki pemahaman baik akan dirinya dan hal apa yang selayaknya ia lakukan dalam peradaban itu sendiri.

            Ada perempuan yang sukses mengelaborasikan perannya, baik itu sebagai seorang ibu maupun pemenuhan tanggung jawab sosialnya sebagai individu di tengah-tengah masyarakat. Di Indonesia pada generasi awal, salah satunya yaitu Nyonya Abdoerachman yang mendirikan berbagai sarana untuk masyarakat mulai dari mendirikan Sekolah Kartini, sebagai pencetus organisasi Kemadjuan Istri yang memperkenalkan beberapa pelatihan tentang cara mengasuh dan membesarkan anak, hingga mendirikan konsultasi gizi untuk anak-anak hasil kerjasama dengan seorang pejabat WHO, Dr. J. H. de Haas. Bukan hanya itu, tapi beliau juga memberikan pendidikan membaca AlQuran, sejarah Jawa, dan pendidikan modern hingga tingkat universitas kepada anak-anaknya sepeninggalan sang suami.

            Kisah Nyonya Abdoerachman secara tidak langsung mengamini pernyataan yang tertulis di atas, bahwa ibu yang cerdas akan mencerdaskan bangsanya. Kualitas perempuan dalam lingkugan sosial baik itu kualitas berinteraksi dengan masyarakat, memenuhi tanggung jawab sosialnya dalam membangun moral, maupun kontribusi sesuai potensi yang ia miliki, sejatinya merupakan bekal bagi perempuan dalam proses pengasuhan tumbuh-kembang anak-anaknya kelak. Bahkan boleh jadi dari sanalah anak-anaknya kelak terinspirasi dan memiliki semangat juang untuk turut berkiprah menebar kebermanfaatan di masyarakat sesuai dengan bidangnya masing-masing.

             Membicarakan kontribusi perempuan pada pembangunan bangsa tentu tidak bertumpu pada persoalan pendidikan dan pengasuhan anak semata. Melainkan juga dari segi perekonomian. Tidak dapat dipungkiri, ada begitu banyak masyarakat kita yang perempuanya turut bekerja mencari nafkah demi kelangsungan hidup keluarga. Bahkan semakin kesini hal tersebut semakin lumrah dan dianggap biasa. Sejatinya, perempuan yang bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga pun sebenarnya memiliki kontribusi terhadap perekonomian bangsa. Bahkan dapat dikatakan memberi sumbangsih yang besar. Hanya saja dalam perhitungan ekonomi negara, hal tersebut tidak diperhitungkan secara eksakta sebab tidak mudah mengkonversinya menjadi satuan angka.

            Namun demikian, kontribusi terbesar perempuan terhadap pembangunan bangsa tetap terletak pada perannya sebagai seorang ibu. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa peran seorang ibu ialah sebagai madrasah, sebagai sekolah yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Maka peran perempuan sejatinya sangat strategis. Tidak hanya saat anak-anaknya berada pada usia kanak-kanak, melainkan perannya berkelanjutan hingga mereka tumbuh dewasa dan membentuk keluarga sendiri. Dampak yang diberikan barang tentu tidak secara instan dan mungkin tidak terlihat secara langsung. Akan tetapi, secara tidak langsung akan ada begitu banyak ranah pembangunan bangsa yang diwarnai oleh dukungan perempuan.

            Maka ketika kita bicara tentang perempuan, artinya kita bicara tentang sosok ibu –yang di bawah telapak kakinya lah surga dikabarkan berada. Surga ada di telapak kaki ibu; ialah sebuah kalimat sederhana yang mengandung begitu banyak makna. Jika seorang perempuan memiliki kualitas baik, maka baik pula lah kualitas anaknya, baik pula kelak bangsanya. Disanalah ‘surga’ itu ada. Sebaliknya, jika kualitas perempuan pada suatu bangsa rendah, maka tidak heran jika masa depan bangsa tersebut dikhawatirkan kemajuannnya. Akhirnya, semoga jumlah perempuan kita yang jumlahnya lebih dari setengah dari total ini menjadi potensi positif bagi masa depan dan pembangunan bangsa, bukan sebaliknya.

Referensi:

Kemenag. 2015. Menag: Perempuan adalah Tiang Negara. http://www.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=239391 (diakses 25 Juni 2015).
Puspitawati, Herien. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: IPB Press.
Republika. 2009. Masa Kelam Nasib Perempuan Pra-Islam. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/isl,am-nusantara/09/07/09/61229-masa-kelam-nasib-perempuan-pra-islam (diakses 25 Juni 2015).
Steurs, Cora Vreede-de Stuers. 2008. Sejarah Perempuan Indonesia: Gerakan dan Pencapaian. Elvira Rosa, Paramita Ayuingtyas, Dwi Istiani, Penerjemah. Depok: Komunitas Bambu. Terjemahan dari: The Indonesian Women: Struggles and Achievement.

Tulisan ini dibuat dalam partisipasi lomba menulis artikel oleh Jasmine tentang Manner in Move seorang perempuan.