Saturday, June 25, 2016

Bertemu Orang Baik

"Mau kemana?" tanya sosok di balik helm itu.

"Ng.. mau pulang," jawabku setengah heran. Menerka; siapa?

"Mau bareng?"

"Eh ini siapa? Kak **** ya?" aku menebak.

"Bukan," dia geleng-geleng kepala.

"Terus siapa?" ujarku dalam keadaan setengah bingung bercampur lelah.

"Aku bukan siapa-siapa," ia kemudian membuka helm, "mau bantu aja," jawabnya lagi.

"Eh?" dahiku mengkerut.

"Jam segini udah nggak ada angkot ke arah sana. Bareng aja pulangnya. Rumahnya dimana?"

Aku masih ingat betul percakapan itu. Pertemuan dengan Kak Anisa dipinggir jalan, ketika aku dalam keadaan bingung karena handphone mati dan angkutan umum tidak kunjung datang. Padahal pukul tiga dini hari sudah harus berangkat lagi ke stasiun; berangkat ke Kebumen.

"Nama Kakak siapa?"

"Anisa,"

"Ini aku sampai sana aja, Kak. Beda arah. Kakak lurus, kan?"

"Nggak apa-apa. Aku anterin sampai rumah aja ya. Udah malam, khawatir,"

"Emangnya nggak apa-apa?"

"Iya, gak apa,"

"Kakak nanti masuk rumah dulu ya?"

"Eh nggak usah. Aku sampai depan aja. Mau pulang juga soalnya,"

"Sebentar aja, ketemu Mama. Nanti aku ditanya-tanya pulang sama siapa malem begini,"

"Oh... yaudah deh, sebentar ya."

"Okee," jawabku sumringah.

Kemudian kami bertukar nomor. Lantas beberapa kali saling mengirim pesan hingga telepon genggamku rusak dan nomor Kak Annisa hilang.

***

"Hei, namanya siapa?" seorang perempuan berjilbab biru menyapaku di tengah antrean makan.

"Eh.. Riris," jawabku sambil tersenyum simpul. Menerima uluran tangannya untuk dijabat, "Mbak nya?"

"Dian." ujarnya. Aku mencari kalau-kalau ia mengenakan nametag pengenal. Tapi ternyata tidak.

"Tamu juga, Mba?" tanyaku lagi.

"Member," jawabnya sambil tersenyum. Ramah sekali.

"Ooh... pakai ECCT kah?"

"Nah.. iya!" jawabnya antusias.

"MasyaaAllah. Nanti boleh ngobrol-ngobrol, Mbak? aku dari C-care. Lagi mau wawancarain pasien yang pakai ECCT.

"Waah, boleh boleh! nanti habis shalat kita ketemuan ya,"

Lalu kami berbincang-bincang. Seru. Panjang sekali. Mulai dari soal ECCT, kanker, kuliah, sampai pengasuhan anak. Kalau pada narasumber sebelumnya lebih banyak aku yang bertanya, bersama orang ini lebih terasa seperti tengah berbincang dengan sahabat lama. Kemudian aku memanggilnya "Ayuk Dian" (Ayuk sapaan "Kakak" untuk di Sumatra).

Ada banyak hal yang aku pelajari dari Ayuk. Termasuk bagaimana ia selalu menyapaku dengan doa super, "Apa kabarnya, shalihah?" :)

***

Kali ini di kereta.

"Udah azan ya, Mbak?" tanyaku pada perempuan di sebelah kanan.

"Iya, udah," ia tersneyum sambil mengangguk.

"Mau kurma?"

"Nggak usah Mbak," ia geleng kepala seraya tersenyum. Kami diam sibuk dengan hidangan berbuka masing-masing. "Mbak,"  ia lantas memanggilku.

"Ya?" aku menoleh.

"Aku boleh minta air minumnya?"

"Oh, boleh, boleh, ini silakan,"

"Iya, aku beli minum dapat yang udah basi. Lihat deh ini Mba," ia menyodorkan botol minuman jeruk kemasan yang ketika ditengok dalamnya sudah penuh dengan busa.

"Allah.. tanggal expired-nya gimana?"

Kami kemudian berbincang tentang minuman kemasan yang sudah basi itu. Menanyakan namanya.

"Namanya siapa?"

"Ainun. Kalau Teteh?"

"Riris," kami berjabat tangan,  "Ainun masih kuliah?" tanyaku lagi.

"Iya,"

"Sama. Dimana?"

"Aku di Unpak. Riris?"

"Di IPB Dramaga,"

"Waah jauh banget," komentarnya. Aku tertawa. Maksudnya mungkin macet banget kali ya, hhe. "Semester berapa?" tanyanya lagi,

"Aku semester enam,"

"Wah seangkatan kalau gitu," ujarnya sumringah.

Kemudian percakapan kami mengalir. Mulai dari urusan jurusan, magang, compre, ujian, sampai ITC. Setelah shalat magrib di kereta, tidak lama ia pamit untuk turun lebih dulu di stasiun Depok Baru. Oh iya, kami juga sudah tukeran nomor telepon.

Sampai di rumah, ada SMS masuk ke telepon genggamku.

Riris udah sampai rumah? :)

**

Pertemuan-pertemuan semacam itulah yang kadang-kadang membuat saya bingung jika ditanya; "Teman dimana?" pasalnya, bertemu dengan mereka tidak pada jenjang tertentu atau apa, "Iya, waktu itu ketemu di tengah jalan, terus jadi temen deh, hhe" begitu biasanya saya jawab.

Tiga di atas hanya bagian dari orang-orang yang saya kenal melalui perjalanan. Ada pula Ibu Ende, yang saya temui di bus Agra Mas dan dia bercerita panjang sekali tentang anaknya, menanyai tentang kuliah, lantas menyuruh saya main-main berkunjung ke rumahnya di Kota Bogor. Juga orang-orang baik yang saya jumpai yang saya yakini perjumpaan itu salah satunya ada oleh sebab doa orang tua yang mendoakan kebaikan atas anaknya dalam perjalanan meski 'hanya' berjarak Bogor-Jakarta atau Jakarta-Bogor.

Bagi yang masih keranjingan gadget dalam perjalanan, cobalah sekali-sekali simpan telepon genggam/telepon pintar/apapun itu namanya ke dalam tas. Lalu perhatikan sekeliling. Sapa samping kanan-kiri. Mungkin sudah saatnya kita kembali menjadi bangsa yang saling sapa di dunia nyata.


18 Ramadhan 1437 H



No comments:

Post a Comment