Friday, May 1, 2015

Lima April 2015

Dua bulan terakhir, lapak ini sepertinya benar-benar terbengkalai. Penghuninya kabur-kaburan, Jadi mari kita ramaikan kembali, ya. :)

Di bulan April 2015, saya mendapat kejutan dari salah satu sahabat saya.. Bagaimana tidak kejutan, ketika tahu-tahu ia memberikan kabar akan segera menikah bulan itu juga. Beberapa waktu sebelumnya, memang, kawan yang biasa saya sapa 'Nyem' ini mengatakan ingin bertemu langsung untuk menyampaikan cerita yang kabarnya sangat penting dan tidak akan membuat saya menyesal untuk mengetahuinya. Namun sayang, kami tidak juga bertemu. Sekalinya bertemu pun, kami dalam kondisi rapat yang notabene banyak orang, dan waktunya terlalu singkat untuk memberi kabar seajaib itu. (Saya katakan ajaib, karena berita semacam itu tentu akan menjadi sejarah dalam hubungan -persahabatan- kami selama belasan tahun ini).

Hingga saya tahu dari grup alumni salah satu almamater kami. (Ya, dia tidak mengabari saya secara khusus. Temen macem apa kamu, Nyem) Hha, tapi saya tidak masalah. Bahkan saat itu saya tidak terlalu kaget. Entah bagaimana, ketika ia mengabari akan bercerita tentang suatu hal yang penting dan harus bertemu, yang terlintas dalam kepala saya adalah hal tersebut. Jangan-jangan anak ini mau nikah. Karena selama pertemanan kami belasan tahun ini, ia bukan sosok orang yang 'mengharuskan ketemu' untuk sekadar bercerita. Saya fikir butuh alasan yang kuat sampai ia bersikap demikian. Dan menikah adalah salah satu daftar yang bisa dimaklumi menjadi alasan penting. Meskipun tidak terlalu kaget, tapi saya tidak bisa berbohong bahwa toh airmata saya ternyata menetes juga. Padahal saat itu saya tengah duduk di ruang perpusatakaan kampus. Berhadapan dengan kawan kuliah saya yang lantas bertanya, "kenapa Riris?"

Keesokan hari setelah mendapat kabar dari sahabat saya perihal pernikahannya yang akan segera berlangsung, dari Bogor saya langsung menuju Jakarta usai sembahyang shubuh. Ia mengajak saya untuk ikut serta dalam pertemuan yang katanya 'konferensi pers'. Seperti yang bisa ditebak, akhirnya ia bercerita. Tentang bagaimana awalnya, hingga keputusan besar tersebut ia ambil. Kami -yang hari itu berkumpul- tidak tahu-menahu siapa, orang macam apa, yang akan mendampingi salah satu sahabat terbaik kami itu. Hanya sebatas nama, asal, dan usia. 


Hingga undangan digital tersebut kami sebarkan bersama-sama.

Fokus alumni MTsN 32 angkatan 1 yang tadinya berorientasi pada kegiatan persiapan untuk karantina adik-adik kelas 9 pun secara total teralihkan. Orientasi kami bergeser ke pernikahan teman baik kami ini.


Selama masa setelah kelulusan, saya fikir momen tersebut adalah momen paling hebat. Dalam waktu yang singkat, kami dapat terhubung dengan cepat. Bahkan beberapa orang yang sebelumnya saya tidak pernah hubungi, (bahkan waktu sekolah bareng dulu nggak pernah ngobrol) jadi ngobrol. Menyambunng tali silaturrahim sekali.

Dua hari sebelum sahabat saya melangsungkan akad pernikahannya, saya mengirimkan kalimat tidak sopan (karena kapital semua) macam ini: I LOVE YOU MORE THAN YOU KNOW! Sebelum ada orang lain yang nyatain cinta ke kamu. :')

Hingga hari-H tiba, kami berkumpul di rumah bahagia. Acara yang sederhana dan menurut saya sangat terasa -barakah. :) Hari itu saya turut menyaksikan akad nikah. Melihat sahabat saya sendiri yang duduk bersebrangan dengan saya, sambil sesekali tampangnya kelihatan salah tingkah. Belakangan dia bilang, "abis kan banyak yang merhatiin aku gitu, jadi nggak enak, hhe" 

Sahabat saya ini hanya beberapa kali tatap muka dengan calon suaminya hingga mereka resmi menjadi suami-isri. Bahkan ketika saya turut membantu bikin undangan digital untuk alumni, saya tanya siapa nama panggilan (calon) suaminya, ia menjawab "Nggak tau ya, aku nggak pernah manggil dia. Belum." Lalu kami tanya bagaimana bisa begitu yakin, ia menjawab dengan tenang "ya hasil istikharahnya yakin aja. Kan menikah itu ibadah. Nanti Allah sendiri yang akan menganugerahkan sakinah, mawaddah, warahmah." Diam-diam saya bersyukur punya teman baik sepertinya.

Semoga bahtera kalian berlayar dengan indah di samudra-Nya, dalam naungan cinta-Nya. :) 





Lalu ada hikmah besar yang saya ambil dari momen bersejarah ini:

"Bahwa pada akhirnya, yang membersamai kita bukanlah dia yang datang lebih cepat atau lebih lambat. Melainkan dia yang datang dengan cara dan dalam waktu yang tepat." 

1 comment: