Tuesday, May 12, 2015

Disaat Terdesak, Kita Semakin Kuat

Disaat terdesak, kita semakin kuat. Kalimat sederhana tersebut pertama kali saya dapat dari buku  bacaan beberapa tahun lalu. Cerita tentang persahabatan anak-anak, enam sekawan yang saling mendukung dengan perbedaan karakter. Salah satu tokoh utamanya, orang yang selalu terlihat bersemangat, diam-diam menaruh khawatir pada dirinya sendiri. Ketika mendapati bahwa ternyata teman-temannya satu persatu memiliki mimpi dan tujuan jelas. Lebih jauh lagi, -memiliki usaha yang terarah. Sementara dirinya  merasa belum menemukan dengan jelas, ingin menjadi orang seperti apa, ingin punya profesi apa, bercita-cita macam apa. Yang ia tahu, ia ingin menggapai mimpi bersama teman-temannya. Hingga ia menyadari bahwa ternyata teman-temannya pun memiliki mimpi masing-masing. Dan seharusnya, ia pun demikian.

Tidak perlu saya sebutkan apa judul buku ceritanya (nanti jadi pada pingin baca). Tapi ada bagian yang begitu saya ingat, ketika si tokoh utama pada akhirnya mencoba mengenali dirinya lebih dalam. Dia yang awalnya tidak begitu memperdulikan ujian sebab lebih tertarik menghabiskan waktu dengan latihan untuk penampilan kebudayaan bersama teman-teman di acara kota mereka, mulai berfikir lagi. Sementara teman-temannya seakan terlalu sibuk mempersiapkan mimpi mereka masing-masing. Belajar berbagai macam keahlian khusus. Mempersiapkan ujian.

Si tokoh utama, dengan semangat dan kebulatan tekad, berhasil menarik teman-temannya untuk turut latihan mempersiapkan penampilan. Meski keadaannya sendiri sulit digambarkan. Kacau tidak karuan. Lebih dari itu, ia juga berhasil membuktikan bahwa dirinya pun memiliki cita-cita dan memiliki usaha yang juga terarah. Disanalah saya menemukan kalimat mujarab itu. Disaat terdesak, kita semakin kuat.

Baiklah, supaya gampang, sebut saja nama tokoh utama ini Mawar. Mawar mencintai proses perjuangan. Ia mendambakan sebuah peraihan mimpi bersama teman-teman terbaiknya. Ia bahagia ketika membahagiakan. Meski pada akhirnya hasil ujian Mawar tidak terlalu bombastis, tapi baginya itu sungguh lebih dari cukup. Dan sejatinya, apa yang ia dapatkan melampaui dari sekadar nilai ujian: sebuah pelajaran nilai-nilai kehidupan. Bahwa disaat terdesak, kita semakin kuat. Bahwa kerja keras tidak akan pernah mengkhianati tuannya. Bahwa mimpi yang diperjuangkan bersama-sama, akan jadi lebih seru dan bermakna. Enam sekawan itu sukses menjadi penampil terbaik dalam acara di kota mereka. Dan Mawar ialah motor awal penggerak mesinnya.

Disaat terdesak, kita semakin kuat.

Oke, jadi mari kita lupakan Mawar. Dia hanya seorang tokoh fiktif dalam buku cerita berjilid (apalagi nama tokoh aslinya juga bukan Mawar). Mari kita ingat kisah kemerdekaan Indonesia. Bagaimana dalam keterdesakan, proklamasi pun akhirnya dibacakan juga. Atau kisah pelari yang mampu menembus waktu karena ia menciptakan keterdesakan dalam dirinya. Lantas mari kita ingat kekuatan para ibunda kita. Bagaimana keterdesakan menjadikannya kuat, hingga kita lahir ke dunia berkat perjuangannya. Kemudian, mari kita ingat tentang diri kita sendiri.

Siapa kita?

Sejak kapan kita hidup di dunia?

Untuk apa kita ada?

Apa saja yang telah kita lakukan?

Sejauh apa kita melangkah?

Mau dibawa kemana skenario perjalanan kita selanjutnya?

Sudah se-terdesak apa kita?

Sudah sekuat apakah kita?

Mungkin ada sebagian orang yang akan mengatakan bahwa kalimat itu seolah mendukung paham ‘deadliner’, atau semacam kalimat ‘the power of kepepet’ yang seringkali disalah-gunakan. Tapi kalau kita menghayatinya lebih dalam, rasanya kalimat tersebut pas sekali untuk kaum muslimin, bukan? Disaat terdesak, kita semakin kuat. Hidup di dunia ini udah terdesak banget, masa iya kita nggak kuat-kuat?

No comments:

Post a Comment