Salah satu bagian meyenangkan
dari minggu UAS adalah, kita memiliki banyak waktu luang. Kamu setuju? Yah, menurutku
begitu. Setidaknya waktu luang berada di luar kelas kuliah. Kita bisa lebih
berlama-lama menikmati udara luar di kota yang katanya sudah mulai
dipertanyakan eksistensi titel hujannya. Tapi beruntung, karena minggu UAS
terjadwal antara akhir dan awal tahun. Saatnya musim penghujan ambil peran.
Setidaknya, saat-saat seperti ini membuatku lupa bahwa kota hujan kita punya panas
terik jika siang menjelang, (dan disusul rintik air sore menjelang petang) pada
hari-hari biasa. Membuat tangan-tangan kreatif membuat poster semacam ini.
Setidaknya itu lebih baik
daripada julukan kota sejuta angkot. Lagi, menuruku begitu.
Kenapa Bogor kita dibilang kota hujan? Seperti
yang bisa kamu tebak, karena curah hujannya tinggi. Bahkan konon katanya,
sekian tahun silam, ketika dosen-dosen kita sekarang masih duduk di bangku
mahasiswa, suhu Bogor sebelas-duabelas suhunya dengan musim dingin di Eropa.
Entah apakah statement itu hiperbola,
setidaknya itu memberi gambaran betapa langit kita sudah berubah banyak sekali. Langit kita? iya. Langitku langitmu juga, kan?
Seperti yang kamu (mungkin) tahu, aku suka sekali dengan hujan. Tapi tentu bukan itu yang menjadi alasan kenapa aku memilih untuk melanjutkan studi di Bogor. Lagipula, jujur saja, aku baru ngeh kalau kota ini dikenal sebagai kota hujan justru ketika sudah jadi bagian darinya -sebagai penduduknya. Jadi bagiku, ini semacam bonus. Juga, membuatku sungguhan merasa tidak nyasar pergi ke tempat ini.
Bukan apa-apa, aku jadi ingat ketika suatu waktu kamu menanyakan hal itu kepadaku: kenapa suka sekali dengan hujan? waktu itu aku hanya tersenyum memamerkan gigi. Itu termasuk dalam daftar pertanyaan yang sulit untuk dijelaskan jawabannya. Aku juga tidak mengerti, Kurasa bukan cuma aku yang kesulitan menemukan alasan jelas pada setiap rasa abstrak semacam itu.
Yang kutahu, hujan itu menakjubkan. Jadi maafkan aku untuk tidak menemukan jawaban yang ekplisit dan bisa dijelaskan.
Eh kenapa kamu tanya tentang itu? atau jangan-jangan kamu juga suka hujan? Aku jadi curiga.
Dan aku tahu, Aku tidak sendiri. Banyak yang juga merasakan hal semacam itu. Mungkin juga kamu salah satunya. Bahkan baru saja kemarin, ada salah seorang kawan kita yang mengatakannya padaku, tentang hujan yang baginya hiburan itu. Yah, bagaimana tidak. Bahkan waktu turunnya pun dikabarkan sebagai waktu mustajab untuk memanjatkan harap. Do'a ketika hujan itu, istimewa sekali, bukan?
Hei, aku jadi ingat masa-masa ujian kita. Masa-masa UAS yang bertepatan dengan musim penghujan ini. Setidaknya di kota Bogor, demikian adanya. Lalu tentang resolusi-resolusi kita yang boleh jadi masih tertunda, dan telah bertambah pula daftarnya. Ayo kita panjatkan do'a. --Aku baru saja melakukannya. Barusan ada jeda beberapa menit untuk itu. Takut terlupa. Bagaimana kalau kamu juga? memanjatkan do'a sekarang. Ya, sekarang. Beri jeda paling tidak beberapa menit saja dulu, sebelum kembali melanjutkan membaca. Panjatkan tanganmu di udara. Tarik nafas dalam pelan. Kamu boleh sertakan namaku -jika kamu berkenan. Baiklah, silahkan memulai do'amu.
Kenapa buru-buru? kita tidak pernah rugi untuk memanjatkan do'a, bukan? ayo resapi lagi. Bersama-sama. Hentikan sejenak di bagian ini.
Sudah?
Tadi aku merasakan atmosfer luar biasa. Kuharap kamu juga demikian.
Baiklah, kembali tentang hujan. Sebagian orang mengaku suka hujan karena aromanya yang khas. Kamu tahu, kalau aroma menyenangkan itu biasa disebut sebagai petrichor?
Mungkin saja kamu belum tahu. Aku pun baru tahu tentang ini sekitar satu atau dua tahun lalu. Waktu itu adikku menunjukkan buku pengetahuan umum bergambar tentang macam-macam fenomena hujan. Dan bahasan tentang petrichor ini jadi salah satu di antaranya. Petrichor, sebutan bagi aroma khas di kala hujan. Biasanya semakin kita sadari kehadirannya, manakala hujan turun di tanah yang kering. Khas sekali. Terutama di waktu-waktu awal turun hujan. Atau, kadang ia meninggalkan jejak usai hujan selesai membasahi tanah.
Hujan-hujanan. Kamu pernah? aku sering. Salah satu hal paling menyenangkan adalah ketika kita mendapatkan kesempatan untuk hujan-hujanan bersama dengan orang yang spesial dalam hidup kita. Pernah? beruntung, aku pernah mengalaminya. Bersama ibuku, pernah. Ketika kami hendak pergi membeli sayuran di warung yang sebenarnya tidak begitu jauh dari rumah. Lalu hujan turun deras. Kami tidak berteduh. Serta-merta melanjutkan perjalanan. Bersama ayahku, juga pernah. Sering malah. Setiap pagi ketika musim penghujan, saat beliau mengantarku berangkat sekolah. Atau ketika beliau menjemputku pulang dan kami (ke)hujan-hujanan bersama. Meski ditutup jas hujan, diam-diam aku tidak mengenakannya. Membiarkan kerudung sekolahku basah diguyur air hujan. Bersama abang, kakak, adik, dan teman-temanku pun, aku bersyukur pernah mengalami, dan (bahkan) melakukannya hingga saat ini, Kamu bagaimana?
Tapi, kadang, menikmati hujan 'sendirian' (kuberi tanda petik, karena sejatinya kita tidak pernah sendirian) juga tidak kalah asyik. Kita bisa menikmati hujan dari balik jendela kamar kita, bisa dengan bermain langsung di bawahnya (dan ini cara yang sungguh menyenangkan), atau bisa juga sambil makan es krim di tepi jalan. Atau wedang jahe. Atau cokelat panas.
Dan cara yang paling indah, adalah menikmati hujan dalam munajat cinta kita sembari sujud. Percayalah, ini keren sekali. Aku pernah melakukannya bersama beberapa kawan, di tengah tinggi pepohonan. Di alam terbuka. Ketika hujan dengan lembut membasuh bumi kita.
Aku rasa kamu perlu mencobanya sewaktu-waktu. Atau mungkin kamu sudah pernah, bahkan sering melakukannya?
Kalau begitu, kapan-kapan kalau kamu berkenan, kabarkan padaku tentang kisahmu. Aku akan sangat senang mendengarnya.
Oh iya, satu lagi. Kamu tahu, kalau Rasulullah, sosok yang kita teramat kagumi itu, juga menikmati akan rintik-rintik hujan? beliau membiarkan hujan menyapa bagian tubuhnya ketika awal-awal rintik itu turun ke bumi.
قَالَ أَنَسٌ: أَصَابَنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَطَرٌ، قَالَ: فَحَسَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَوْبَهُ، حَتَّى أَصَابَهُ مِنَ الْمَطَرِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا؟ قال
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata, “hujan turun membasahi kami (para Sahabat) dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, maka Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam membuka bajunya, sehingga hujan mengguyur beliau, maka kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah untuk apa engkau berbuat seperti ini?’ Beliau menjawab,
لِأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى
Jadi kalau kamu menemui dia yang masih suka mengeluhkan perihal hujan, kabarkanlah berita membahagiakan ini, Bukankah bersyukur bersama-sama itu indah sekali? ah, aku tahu, kamu pasti setuju denganku, kan?
Yah, salah satu bagian menyenangkan dari minggu UAS adalah ini. Aku bisa berbincang dengan kamu, tentang hujan. Terimakasih sudah meluangkan waktu. Sukses ujianmu. Sukses kehidupanmu. Semoga penuh berkah. Titip salam untuk hujan milikmu -dari kota hujan kita. Semoga kita tidak lupa untuk saling mendoakan.
Hai...
ReplyDeleteArtikel keren. Hehehe...
Oiya btw itu foto anak yg payungan pake daun pisang aku minta ya untuk kebutuhan blog. Oiya ini blog saya kataabsurd.wordpress.com
Hai...
ReplyDeleteArtikel keren. Hehehe...
Oiya btw itu foto anak yg payungan pake daun pisang aku minta ya untuk kebutuhan blog. Oiya ini blog saya kataabsurd.wordpress.com
Halo, maaf karena baru merespons. Iya foto itu juga bukan punya saya, hanya saja sulit menemukan sumber aslinya.
Delete