Friday, November 13, 2015

Air Mail #8

Halo. Aku Aster. Oh, maaf, maksudku, Asslamu'alaikum. Aku Aster. Pelempar lumpur paling unggul, juara satu panjat pohon, penendang bola hebat, namun lemah main layang-layang. Entah mengapa. Mungkin aku akrab dengan tanah, tapi tidak dengan udara. Seperti bunga aster yang pendek dan kecil.

Sampai kemarin, aku masih jadi anak-anak yang gemar membiarkan diri berada di bawah sinar matahari. Masih suka sekali main hujan-hujanan di halaman belakang. Masih suka berlari menghampiri Tuan Erdas dan menanyakan mana keranjang stroberi bagianku; sebelum dirampas oleh Razen. Sst, dia suka diam-diam mencuri kesempatan mengambil stroberi lebih dulu. Meski sering pada akhirnya diberikan juga kepadaku, sih. Dasar anak baik. Menyebalkan.

Sampai kemarin, aku masih begitu. Lalu tahu-tahu pagi ini semuanya jadi berubah. Aku masih anak-anak, tentu. Tapi terlalu banyak ketakutan-ketakutan yang tahu-tahu muncul. Tanpa sadar membuatku mengetuk-ngetuk papan kayu di tepi jendelaku sendiri. Diam memandang deras hujan di luar. Hening memerhatikan lumpur yang tega sekali menggodaku untuk bermain bersamanya.

Aku tidak boleh terkena matahari. Tidak boleh main hujan-hujanan lagi. Tidak bisa juga memanjat pohon sesuka hati.

Tuhan, apalagi yang lebih menyiksa dari semua ini?

**

AIR MAIL



"Setidaknya, Kau masih boleh makan stroberi, kan?" Razen bergumam pelan. Pipinya basah. Salah satu surat Aster dalam kotak berbunga itu sukses mengoyak batinnya.

"Jangan cengeng, Anak Muda." lelaki paruh baya di belakangnya tertawa pelan. Yang ditertawai tersenyum menyeringai.

"Logika manusia," ujar Razen seraya menoleh, "memang terlalu terbatas untuk menerjemahkan seluruh tanda dari Tuhan."

"Benar. Ada banyak rahasia yang akan lebih baik tetap jadi rahasia."

"Dan kita adalah salah satunya." mendengar ucapan Razen, lelaki itu tersenyum tipis.

"Kau sudah besar, Nak. Pergilah..."

"Kemana?" Razen mengernyitkan dahi. Memandang lamat-lamat lelaki di hadapannya.

"Ke suatu tempat," lelaki paruh baya itu mengusap kepala Razen, "tempat yang Kau yakini, di sanalah Tuhan menempatkanmu." pipi Razen kembali basah.

"Terimakasih..."

***

Bahwa setiap manusia diciptakan satu paket dengan kisahnya. Bahwa setiap kisah, ia memiliki kausalitas dahsyat dengan kisah lain yang takkan pernah mampu diungkap seutuhnya oleh logika kita. Adapun manusia, pada akhirnya hanya akan menjadi perantara bagi manusia lain. Manusia kepada manusia, ialah menjadi jalan Tuhan memberi pengajaran; cara Tuhan mendidik hamba-hambaNya. Bukan karena Tuhan tiada mampu memberikan langsung tanpa perantara, melainkan karena manusia-lah yang terlalu bodoh dan lemah untuk menerima pelajaran tanpa jembatan yang nyata. Kebanyakan manusia pandai menggunakan mata tanpa mengindahkan hati yang membaca rasa. Menurutku demikian.

Setidaknya, Kau masih bisa makan stroberi, kan? tidakkah Kau patut mensyukuri itu, Aster?


***


Ditulis di bawah langit, yang ketika kamu memandangnya,
ia akan mengingatkanmu kepada Tuhan.

Jum'at, 1 Safar 1437 H.

Manusia sentimentil,
Razen.

1 comment: