Tuesday, October 27, 2015

Modus?

Sabtu lalu, saya pulang menuju asrama dengan membawa dua buah balon berwarna ungu dan putih mengkilap. Menarik memang. Saya yang kepala dua saja masih tertarik (sampai bela-belain bawa dua balon itu menyusuri jalan dari Sentul hingga Dramaga). Balon itu saya dapat dari acara Pesta Sehat Lavender di JungleLand, Sentul. Saya ingat adik bungsu saya yang hari itu datang ke Bogor. Ingat dengan keponakan juga yang usianya masih terhitung bulan. Pasti mereka senang sekali dibawakan balon. Begitu fikir saya.

Memasuki gang menuju asrama, di depan saya berjalan seorang ibu muda sambil menggandeng anaknya yang masih kecil. Si anak sesekali menoleh ke arah saya yang ada di belakangnya. Sekali, dua kali, tiga kali. Sepertinya ia tertarik dengan dua balon yang saya bawa. Lalu entah darimana datangnya, beberapa anak yang lebih besar mulai mengikuti saya. Membuat barisan di belakang saya sambil sesekali berbisik satu sama lain. Saat itu saya hanya tertawa dalam hati. Kondisi tubuh yang agak lelah menjadikan saya membiarkan mereka begitu saja.

Sayang balonnya cuma ada dua. Saya tahu anak-anak ini tertarik melihat balon. Hampir saja saya memberikan balon itu kepada si adik kecil yang sudah sejak awal berjalan bersama ibunya di hadapan saya. Tapi mengingat niatan awal bahwa saya membawa kedua balon itu untuk adik bungsu dan keponakan, hal tersebut saya urungkan. Meski diam-diam masih kefikiran juga. Sampai di pintu gerbang asrama, saya hendak masuk hingga langkah saya terhenti oleh sapaan seorang anak perempuan. Ada empat orang yang sedari tadi mengekor berjalan di belakang saya.

“Dapet balon darimana, Kak?” ujarnya dengan mata tertuju pada balon di tangan saya.

“Ng…. ini tadi dari Sentul” saya tersenyum. Diam-diam bingung harus melanjutkan percakapan seperti apa. Karena biasanya kalau keadaan seperti itu, saya serta merta akan memberikannya dengan cuma-cuma kepada mereka. Tapi fikiran saya masih terpaut di adik bungsu dan keponakan, juga pada si adik kecil yang tadi berjalan di depan saya. 

 “Ohh…” ucap mereka hampir berbarengan. Lalu keadaan hening sejenak.

“Kenapa? Mau?” oke. Saya lemah pada anak-anak. Tanpa direncanakan dengan matang, kalimat penawaran itu terlontar juga.

“Mauuuu” tanpa dikomando, mereka lantas memegang kedua balon saya.

“Eiits. Tunggu. Balonnya Cuma ada dua. Mainnya sama-sama ya nggak boleh berebutan.” Ujar saya memberi syarat. Selesai sudah. Mungkin dua balon ini memang rezeki mereka. 

“Buat yang kecil aja sini Teh...” tanpa saya duga, ibu muda yang tadi menggandeng anaknya menyapa saya sambil melirik buah hatinya.

Oh, Allah. Padahal tadi di Sentul balonnya masih ada banyak. 

Saya lantas menyelesaikan urusan saya dengan anak-anak itu. Mereka kemudian berlari kegirangan mendapat dua buah balon. Sementara anak kecil tadi saya usap kepalanya.

“Aduh maaf ya, padahal tadi udah mau ngasih ke adiknya.”

“Hhe nggak apa-apa Teh,” ujar si ibu muda sambal tersenyum ramah. Saya menghela nafas. Ikut tersenyum. Pintu gerbang yang sudah terbuka setengah membiarkan saya masuk ke asrama.

Dasar anak-anak. Pintar modus. Pintar menarik hati. Tidak apa lah, mungkin ada balon-balon lain untuk adik bungsu dan keponakan saya nantinya. Sampai di kamar, saya menceritakan hal tersebut kepada Ustadzah. 

“Anak-anak pinter sekali modus ya, Us.” Ujar saya sambil tertawa kecil. Ustadzah hanya menanggapi dengan senyum. Tunggu. Modus? Entah bagaimana saya mengkritisi perkataan saya sendiri.

Apa sih pengertian modus? Modal dusta? Ada maksud tertentu? Atau apa?

Hha, entahlah. Saya sedang tidak ingin berfikir berat. Mungkin bukan modus. Mereka hanya tengah berusaha seoptimal yang mereka bisa. Paling tidak ada action. Mereka sungguh-sungguh mengikuti saya hingga ke depan gerbang. Mereka tidak putus asa hanya karena saya biarkan tanpa saya sapa atau saya ajak bicara. Mereka, dengan kesungguhan usahanya, lantas memanggil saya dan meminta saya menoleh pada mereka. Cerdas. Mana tega saya tidak memberikan balon-balon itu pada mereka. Hhe. :) Semoga kegigihan anak-anak itu menjelma pada hal-hal kebaikan di masa depan. Maafin kakak yang hampir saja melabelkan ‘jago modus’ pada kalian, ya. :D

Rayyan berusaha niup balon sabun :D

PS: Tapi untuk kita yang bukan lagi anak-anak, prinsip mendekati seseorang karena ada maunya seperti itu tentu tidak sejalan dengan perkembangan ideal :) Usia SD, tahap perkembangan moral anak berada pada tahap dimana ia memiliki konsep sederhana: saya harus berbuat baik kepada seseorang agar (atau karena) orang tersebut juga baik kepada saya. Tidak masalah untuk anak SD, tapi jadi masalah jika kita yang sudah remaja atau dewasa masih menggunakan prinsip ‘take and give’ atau ‘jual-beli’ semacam itu. Hhe ^^

Baiklah. Terakhir tentang usaha.

Selamat merayakan usaha. Semoga dipermudah dalam segala proses pengusahaannya. Semarak! :D Semoga Allah berkenan menjadikan kegigihan dan kesungguhan ada pada diri kita. Semoga putus asa dijauhkan jauh-jauh dari dalam benak kita. Semoga Allah ridha atas setiap usaha yang kita lakukan. :)

Even if you don’t make it, at least you can say you tried…

1 comment: