Sunday, May 22, 2016

Luigi, Valerie, dan Tulisan yang Belum Selesai

Tokoh:

Valerie (kuat) latin
Luigi (pejuang) Italia
Bibi Kaia (bumi) yunani



Jauh setelah sang Vesuvius memuntahkan isi perutnya.

Jauh dari peristiwa tahun 79 Masehi ketika Pompeii lenyap tak bersisa…




LUIGI

“Dasar! Apa maksud semua ini hah?! Aku tak pernah habis fikir bagaimana bisa mereka percaya atas surat yang tak jelas asal muasalnya?” Luigi menggerutu. Ia tak terima dirinya diperlakukan seperti boneka. Bagaimana kah hatinya bisa menerima manakala orang tak dikenal hadir dalam hidupnya, mengaku sebagai pamannya, dan memerintahkan ia untuk pergi merantau jauh ke pelosok desa? Seorang Luigi tak akan mudah menerima semuanya begitu saja. Karena Luigi bukan sembarang pemuda. Sejarah hidup yang kejam cukup membuatnya memiliki watak sedemikian rupa. Keras dan dingin.


VALERIE



Valerie tertunduk. Bukannya ia tak sudi memandang jasad ayahnya yang dikremasi. Gadis itu hanya berusaha menyembunyikan tangisnya. Cukup lama ia memendam air mata. Namun sungguh, kini ia tak kuasa. 

“Bersabarlah sayang...“ Bibi Kaia membelai kepalanya lembut. Gadis itu segera menghapus tangisnya dan menegakkan pandangan. Tersenyum kepada Bibi Kaia.

“Terimakasih, Bibi.. Val bahagia masih memiliki Bibi,” Valerie memeluk bibi satu-satunya itu sambil tetap tersenyum. Menyembunyikan tumpahan air mata yang terbendung di pelupuknya.

__________________________________________________________


Penggal tulisan di atas saya tulis ketika duduk di bangku kelas X beberapa tahun silam. Waktu itu saya benar-benar jatuh cinta pada sejarah. Jika pergi keperpustakaan, saya akan memilih berjalan lurus hingga sampai di pojok ruangan tempat dimana buku-buku lama tersimpan, dan kumpulan ensiklopedi berjejer rapi.

Saya tidak ingat persis, hendak ke arah mana penggal cerita yang saya tulis itu. Yang saya ingat, saat itu membuatnya butuh untuk mencuri-curi waktu. Mulai dari mencari referensi nama, studi pustaka tentang Kota Pompeii yang lenyap, dan ngantri giliran pakai komputer yang jumlahnya hanya ada satu buah di asrama. Dan tada! Hasilnya adalah dua paragraf saja. :) kemudian berhenti ketika saya tahu fakta baru bahwa lenyapnya Kota Pompeii terindikasi karena adanya azab dari Allah pada wilayah tersebut. Kabarnya, penduduk Pompeii mengikuti jejak kaum Nabi Luth; berperilaku ala lesbian dan gay. Waktu itu saya berfikir, rasanya tidak rela kalau keluarga Luigi, Valerie, dan Bibi Kaia jadi bagian dari LGBT~ jadilah terhenti.

Di bangku Aliyah, saya tengah dalam kesenangan menulis cerita yang memuat sejarah meski sedikit. Mulai dari "Pemuda itu Bernama Ram" yang bercerita tentang anak sekolahan Jakarta dengan segenap kebenciannya pada masa lalu, namun belum selesai; "Lensa Abu-abu" tentang fotografer amatiran bernama Angga, Thomas yang mualaf, Niken si Venus fotografi, sampai Pak Suja beserta Ratri, anaknya yang santun. Cerita itu berlatar tempat Pelabuhan Sunda Kelapa, namun sayang, juga belum selesai sejak 2012; Dulu saya menulis di buku tulis dan buku itu raib. Sementara yang disalin ke laptop baru setengahnya saja.

Setidaknya ada dua cerita yang selesai; "Kata-kata Laut" yang saya selipkan sedikit (sekali) sejarah tentang Malioboro; juga "GARUDA" tentang bagaimana Indonesia punya lambang negara.

Sore ini saya baru saja memeriksa dokumen-di dalam laptop dan Alhamdulillah, menemukan ada begitu banyak cerita (yang sayangnya belum memiliki ujung). Sebagian rampung, sebagian besar yang lain menggantung. Ada yang berhenti karena tengah dalam pencarian: manfaat dan nilai kebaikan apa yang hendak disampaikan. Sementara yang lain berhenti karena penulisnya moody-an.


Tulisan yang baik adalah yang diselesaikan.


Sebagaimana sebaik-baik niat baik adalah yang diamalkan, tulisan yang baik pun ialah yang diselesaikan. Diselesaikan melalui berbagai pintu mulai dari niat; apa yang mau disampaikan. Selain itu juga memikirkan efek sampingnya; jikalau ia dibaca oleh orang lain, manfaat kah, atau mudharat kah? meski akhirnya itu bergantung pada yang membaca, namun setidaknya stir dan rem masih dalam genggaman kita yang menulis. Setelah itu, baru benar-benar diselesaikan secara konkret. Bukan hanya wacana-- seperti yang kemarin-kemarin mungkin kerap saya lakukan.

Semoga hari ini dan besok tidak lagi.
Dan semoga memberi manfaat baik untuk diri dan orang yang membaca,

Omong-omong, inti dari postingan ini sebenarnya adalah mohon doa.
Semoga kita tidak jadi generasi wacana, terlebih untuk menebar kebermanfaatan pada semesta.

Allahumma aamiin...

No comments:

Post a Comment