Tuesday, May 10, 2016

Ditanya, Bagaimana Kabarnya?

Hari ini saya bersama teman-teman baru saja turun lapang untuk mata kuliah Konseling Keluarga. Kami mengunjungi salah satu sekolah boarding school ber-beasiswa full di Kota Bogor. Masing-masing dari kami mewawancarai satu orang responden yang telah ditentukan. Responden saya adalah seorang anak kelas 2 SMP. Alih-alih memberikan konsultasi, saya justru belajar banyak melalui percakapan dengan anak 13 tahun itu. Ketika ditanya tentang bagaimana ia berusaha menyelesaikan masalah, ia menjawab dengan tenang, “Ke Allah, Kak. Saya nggak pernah curhat ke teman. Kalau masalahnya sudah berat banget, ke Allah aja. Curhat sama manusa itu nggak nyelesain masalah soalnya, Kak.” Sampai disini saja saya sudah dibuat takjub. Hei Dik, seusiamu dulu, sepertinya Aku bahkan belum berfikir sejauh itu.

Dalam tugas mata kuliah kami, idealnya saya dapat menggali permasalahan yang tengah ia hadapi dan membantu memberikan alternatif solusi. Namun meski responden saya mengaku dalam keadaan sangat bingung atas masalah yang diaku berat selama dua tahun belakangan, ia bersikuat tidak menceritakan ke siapapun. Saya mengiyakan. Diam-diam mengerti, karena toh meski saya banyak cerita seperti ini, tetap saja ada hal-hal mendasar yang tidak bisa diceritakan pada siapapun kecuali kepada-Nya. Lalu tidak cukup sampai disitu, saya kembali dibuat introspeksi diri mendengar kalimat-kalimatnya kemudian.

“Ya paling mendoakan, Kak. Biasanya kalau tahajjud. Saya paling bisanya mendoakan,” ujarnya ketika saya tanya, apakah ia menggunakan ‘strategi’ silaturrahim ketika tengah menghadapi masalah. Lagi, jawabannya kembali kepada Allah. Ia mengaku terbiasa menyendiri di masjid dan membaca Al-Qur’an jika sedang sedih. Lalu hal yang membuat saya seperti ditampar udara dalam seketika, ketika ia berkata seperti ini:

“Saya suka mikir sih, Kak. Daripada baca novel yang tebal-tebal, halamannya bahkan sampai ratusan dan berjilid-jilid jumlahnya….” Ujarnya sambil mengilustrasikan tebal novel yang biasa dibaca teman-temannya, “mendingan baca Al-Qur’an. Ngapain juga baca novel kalau baca Al-Qur’an aja belum khatam.”

Ini… daripada disebut turun lapang dan berperan sebagai konsultan amatiran, saya justru lebih merasa tengah di-training oleh Allah. Adik itu boleh jadi hanya washilah Allah dalam menyampaikan rentet hikmah semesta pada saya. Semoga tidak berlebihan, tapi saya merasa sungguh-sungguh tengah diperhatikan oleh-Nya. Tengah dipeluk. Tengah dibisiki mesra oleh langit; Riris yang mengaku cinta Allah dan Rasul-Nya, interaksimu dengan Al-Qur’an apa kabar? Doa-doa untuk keluarga dan saudaramu apa kabar? Prasangka baik  pada Rabb-mu- masihkah ia pada tempatnya?

Ternyata Allah memang selalu penuh kejutan. Menanyakan kabar hamba-Nya saja semanis ini; jalannya tidak disangka-sangka-

Kota Hujan, Sya'ban 1437 H

No comments:

Post a Comment