Hari ini saya bersama teman-teman
baru saja turun lapang untuk mata kuliah Konseling Keluarga. Kami mengunjungi
salah satu sekolah boarding school
ber-beasiswa full di Kota Bogor.
Masing-masing dari kami mewawancarai satu orang responden yang telah ditentukan.
Responden saya adalah seorang anak kelas 2 SMP. Alih-alih memberikan
konsultasi, saya justru belajar banyak melalui percakapan dengan anak 13 tahun
itu. Ketika ditanya tentang bagaimana ia berusaha menyelesaikan masalah, ia
menjawab dengan tenang, “Ke Allah, Kak. Saya nggak pernah curhat ke teman.
Kalau masalahnya sudah berat banget, ke Allah aja. Curhat sama manusa itu nggak
nyelesain masalah soalnya, Kak.” Sampai disini saja saya sudah dibuat takjub. Hei Dik, seusiamu dulu, sepertinya Aku
bahkan belum berfikir sejauh itu.
Dalam tugas mata kuliah kami,
idealnya saya dapat menggali permasalahan yang tengah ia hadapi dan membantu
memberikan alternatif solusi. Namun meski responden saya mengaku dalam keadaan
sangat bingung atas masalah yang diaku berat selama dua tahun belakangan, ia
bersikuat tidak menceritakan ke siapapun. Saya mengiyakan. Diam-diam mengerti,
karena toh meski saya banyak cerita seperti ini, tetap saja ada hal-hal
mendasar yang tidak bisa diceritakan pada siapapun kecuali kepada-Nya. Lalu tidak
cukup sampai disitu, saya kembali dibuat introspeksi diri mendengar
kalimat-kalimatnya kemudian.
“Ya paling mendoakan, Kak.
Biasanya kalau tahajjud. Saya paling bisanya mendoakan,” ujarnya ketika saya
tanya, apakah ia menggunakan ‘strategi’ silaturrahim ketika tengah menghadapi
masalah. Lagi, jawabannya kembali kepada Allah. Ia mengaku terbiasa menyendiri
di masjid dan membaca Al-Qur’an jika sedang sedih. Lalu hal yang membuat saya
seperti ditampar udara dalam seketika, ketika ia berkata seperti ini:
“Saya suka mikir sih, Kak.
Daripada baca novel yang tebal-tebal, halamannya bahkan sampai ratusan dan
berjilid-jilid jumlahnya….” Ujarnya sambil mengilustrasikan tebal novel yang
biasa dibaca teman-temannya, “mendingan baca Al-Qur’an. Ngapain juga baca novel
kalau baca Al-Qur’an aja belum khatam.”
Ini… daripada disebut turun
lapang dan berperan sebagai konsultan amatiran, saya justru lebih merasa tengah
di-training oleh Allah. Adik itu
boleh jadi hanya washilah Allah dalam menyampaikan rentet hikmah semesta pada
saya. Semoga tidak berlebihan, tapi saya merasa sungguh-sungguh tengah
diperhatikan oleh-Nya. Tengah dipeluk. Tengah dibisiki mesra oleh langit; Riris yang mengaku cinta Allah dan
Rasul-Nya, interaksimu dengan Al-Qur’an apa kabar? Doa-doa untuk keluarga dan
saudaramu apa kabar? Prasangka baik pada
Rabb-mu- masihkah ia pada tempatnya?
Ternyata Allah memang selalu penuh kejutan. Menanyakan kabar hamba-Nya saja semanis ini; jalannya tidak disangka-sangka-
Kota Hujan, Sya'ban 1437 H
No comments:
Post a Comment