Saturday, May 21, 2016

Air Mail #9

Siapa itu yang tengah bosan dan jenuh dengan keadaan dirinya?
Kemarilah. Ada kabar gembira untukmu. :)

Nyonya Val pernah menuliskan catatan itu untukku. Ah ya, maaf Aster. Mungkin Kau belum tahu siapa itu Nyonya Val. Biar aku ceritakan padamu terlebih dahulu. Ia adalah seorang pembuat roti di kota tempat aku melanjutkan studi. Entah, mungkin perkataanmu beberapa tahun silam ada benarnya, “Razen, kamu punya magnet pada orang-orang yang akrab dengan makanan. Curang!” waktu itu aku tidak terlalu memikirkannya. Tapi belakangan aku setuju dengan teori asalmu itu.

Kalau boleh aku umpamakan, Nyonya Val seperti Tuan Erdas yang menjelma perempuan. Mereka berdua mirip sekali. Cara mereka menyapa, cara mereka tertawa, cara mereka menasihati. Aku seperti menemukan sosok Tuan Erdas yang lain. Bahkan kebiasaan minum teh hijau Tuan Erdas juga dimiliki oleh perempuan berkacamata itu.

Hari itu hujan. Dan untuk pertama kalinya dalam hidup, aku tidak terlalu menyambutnya dengan baik. Ada banyak sekali persoalan yang tahu-tahu menghadang secara tidak jelas. Entah sejak kapan, kadang aku merasa jadi mirip perempuan: sensitif. Belum lagi hujan yang seringkali membawa ingatanku kepadamu -dan aku tidak suka itu. Aster, aku tahu, bahwa kebiasaanku mengingat-ingat tetangmu adalah penyakit. Setidaknya sebelum aku belajar tentang apa itu makna ikhlas dan melepaskan.

Nyonya Val mendapati dahiku berkerut memandangi hujan di balik jendela. Tidak seperti biasanya, kali itu ia sendiri yang mengantarkan pesanan roti ke mejaku.

"Kamu terlihat jauh lebih tua hari ini, Nak," ia tersenyum. Membiarkan deret giginya yang sudah tidak lengkap itu terlihat. Aku tidak menjawab, hanya tersenyum tipis,"Ada apa?" ujarnya lagi.

"Aku sedang bosan. Terima kasih Nyonya, untuk rotinya. Selalu saja terlihat enak," kataku berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Dasar bocah laki-laki. Kapan-kapan berceritalah. Setiap orang boleh merasa bosan atau jenuh, Nak,"

"Laki-laki hanya membutuhkan waktu sebentar untuk masuk ke dalam guanya, Nyonya."

"Haha, baiklah. Perkataanmu persis seperti ucapan suamiku waktu kami baru-baru menikah dulu. Kalau begitu, " ujar Nyonya Val sambil beranjak pergi ke dapur, "jangan lama-lama berada di dalam gua. Kurasa matahari akan sangat merindukanmu,"

Aster, roti petang itu jadi tidak seenak biasanya. Aku benar-benar bosan tingkat tinggi. Matahari mana pula yang akan merindukanku? satu bulan belakangan kota ini selalu diguyur hujan.


**

AIR MAIL

Razen, Kau punya magnet pada orang-orang yang akrab dengan makanan. Curang! Hei, bukan hanya itu. Kau juga bisa menarik anak-anak kecil untuk bermain denganmu hanya bermodalkan butir kerikil, pasir, atau bahkan tinggi badanmu yang entah sejak kapan jauh melampauiku. Mereka terlihat begitu bahagia menaiki punggungmu. 

Kau curang, Razen. Kau bahkan memiliki ketenangan samudera. Kau yang tidak punya orang tua bisa begitu berdamai, sementara aku begitu hancur ketika ditinggal oleh ayah. Kau tahu? aku cemburu tingkat tinggi.

Sebelum ayahku pergi, beliau bahkan kerap bicara tentangmu di rumah bersama ibu. Razen yang baik hati dan dapat diandalkan, Razen yang tumbuh menjadi pemuda dan diharapkan oleh banyak tetua untuk membawa perubahan ke arah lebih baik, Razen yang senang berbagi, Razen yang... dan seterusnya.

Lalu Kau bilang, aku yang menjadi inspirasimu. Kau bahkan mampu membuat orang tuaku jatuh cinta. Tidak, bukan hanya mereka- mungkin juga aku. Tidakkah itu curang?

Razen, Kau itu terbuat dari apa?

**
Kita sama-sama tercipta dari tanah. 

Aster, ada banyak hal yang tersimpan dalam benakku. Orang-orang melihatku dengan citra yang tertangkap oleh kedua mata mereka. Begitu juga seperti aku yang melihatmu dengan mata hati milikku; bukan mata hati milikmu atau milik orang lain. Ada banyak hal yang ada dalam kepalaku. Ada banyak hal yang tidak terlihat oleh manusia. Sebaik-baik pihak yang mengenal tiap manusia, adalah Tuhan kita yang esa. Satu-satunya yang paling mengerti secara utuh, menyeluruh, dan sempurna.

Setenang apapun aku dalam pandanganmu, Tuhan tahu aku bosan dan jenuh. Dia tahu betapa aku rapuh. Betapa obrolan para tetua di kampung halaman kita sama sekali bukan hal yang mutlak kebenarannya. Aku tahu, Kau tidak sekanak-kanak itu untuk tidak mengerti apa maksudku kan, Aster?

Kita adalah manusia-manusia tanah yang rapuh dan tidak berdaya. Jangankan mengatur pandangan orang lain terhadap kita. Bahkan menentukan pandangan kita terhadap diri sendiri pun seringkali menyulitkan dan kerap bias yang ada.


Siapa itu yang tengah bosan dan jenuh dengan keadaan dirinya?
Kemarilah. Ada kabar gembira untukmu. :)

Ketika aku menerima catatan itu di sela tisu pada pesanan roti milikku, kudapati Nyonya Val melambaikan tangan dari dapur toko. Ia tersenyum, lalu bersenandung ringan, "Adakah roti yang dapat menghadirkan bahagia, Bu? ada.. ada.. roti yang diracik cinta dan dinikmati dengan syukur, Anakku..." mendengarnya, aku geleng kepala. Tertawa.

Entahlah, Aster. Mungkin kadang-kadang kita harus merasa bosan dan jenuh untuk memahami betapa indah dan nikmatnya rasa syukur. Dan tidak perlu semua orang tahu akan itu. Cukuplah kita pedulikan diri kita yang sesungguhnya di hadapan Tuhan daripada khawatir akan citra diri kita di hadapan manusia. Biarkan saja. Itu hak mereka menggunakan fikirannya. Dinilai baik atau buruk, kitalah yang tahu keadaan sebenarnya, bukan? silakan anggap aku buruk, aku tidak peduli. Silakan angap aku baik, aku juga tidak peduli.

Razen, Kau itu terbuat dari apa?

Tanah. Aku tercipta dari tanah, Aster.
Sama sepertimu.


Sya'ban 1437 H
Kawan lamamu,
Razen.

No comments:

Post a Comment