Ini tentang Kau. Kau pikir semudah itukah bertahan? Pernah Kau amati sang penembus ombak? Kau pikir semudah itukah menjadi si keras kepala? Pernah Kau amati kokohnya karang di pantai luas? Kau pikir, semudah apa menjaga keyakinan? Pernah Kau rasakan kebimbangan? Ke-nelangsa-an? Ke-merasa-sendirian? Pernahkah Kau, Kawan?
Ini bukan melulu tentang cinta. Bah! Apa itu cinta?! Kau yakin
dengan definisi cinta-mu selama ini? Ini bukan melulu tentang duniawi. Lebih
dari itu, Kawan. Cinta tak sesederhana rumusan kapilaritas. Yang dengan begitu
mudahnya dapat meresap ke dalam pipa pipa kapiler, menelusuri ruang paling
dalam. Tidak. Siapa bilang jatuh cinta itu mudah? Kau bilang jatuh cinta itu
mudah dan melupakan itu sulit? Coba tanyakan sekali lagi! Mana bukti dari semua
kata-kata ‘mutiara’ itu? Seratus persen rayuan gombal. Kalau memang jatuh cinta
itu mudah dan melupakan itu sulit, mana bukti atas ucapanmu manakala Kau lupa
akan shalat lima waktu?! Mana bukti kalau Kau jatuh cinta? Semudah itu melupakan
dan sesulit itu jatuh cinta. Sulit. Padahal kalau memang benar Kau jatuh cinta,
tak akan semudah itu Kau melupakan hak-Nya. Jadi coba koreksi sekali lagi
tentang definisi cinta-mu.
Lagi-lagi kau membantah. Memangnya ada berapa macam cinta di dunia ini?
Bukankah cinta itu satu kata? Memiliki makna yang membentuk satu kesatuan.
Subjek-objek takkan bisa mengubah makna predikat, bukan? Mau berapa kali pun Kau meminta untuk memisahkan antara duniawi dengan ‘surgawi’, tak akan pernah
bisa. Takkan pernah. Karena mereka adalah cermin. CERMIN, Kawan. Jadi jangan
lagi-lagi membuatku muak dengan segala alasan ‘basi’mu itu. Kenapa? Mau bilang
aku egois? Silahkan. Aku tak pernah keberatan.
Kau bisa berhenti kalau Kau mulai jengah. Tak ada paksaan. Biarkan
semuanya mengalir. Apa? Cinta lagi? Oh oke. Ya, katamu cinta itu mengalir dan
tak bisa dicegah-cegah. Oke aku bisa memaklumi yang satu ini. Tapi tak bisa
kuterima jika itu Kau jadikan alasan untuk definisi cinta-mu. Tidak. Aliran itu
masih bisa dipilih muaranya kan? Kau tinggal pilih mau memuarakannya di bagian
mana. Timur atau Barat? Utara atau Selatan? Jadi jangan sekali-kali menjadikan
‘mengalir’ sebagai alasan semu demi definisi cinta-mu yang palsu. Sekali lagi,
kumohon koreksi ulang definisi cinta-mu.
Untuk senang? Untuk bahagia? Untuk hidup yang cuma sekali?? Ah. Ini
lebih memuakkan. Alasan ini lebih tak masuk akal. Kutanyakan padamu, apakah Kau
sungguh-sungguh bahagia? Paling-paling sebentar tertawa sebentar menangis,
mengamuk, meraung-raung, menutup diri, kemudian senang lagi, tertawa, menangis
lagi, mengamuk lagi,.. terus saja
berputar di labirin kekacauan. Kau bilang itu yang namanya bahagia? Apa? Eh?
Bukankah ada yang berakhir indah? Apa? Kala terikat tali suci?? Ah, itu juga
omong kosong. Kosong. Cuma alasanmu demi mempertahankan kemaksiatan.
Terikat tali suci? Kau tahu kan, ada tali suci? Lalu sebelum ada tali suci itu,
kau sebut ‘dia’ apa? Tali prasuci? Lalu dimana tali pascasuci? Hei, Kau membuatku
bingung dengan definisi cinta-mu. Kau jengkel lagi? Silahkan, aku sama sekali
tak keberatan.
Mengecewakan apalagi kala kau membawa-bawa namaNya dalam definisi
cinta semu-mu itu. Kutanyakan padamu, apa pernah Dia mengajarimu demikian?
Mengajarimu tentang definisi cinta semu-mu itu? Jawablah, aku cuma bertanya.
Apa katamu? Itu dunianya remaja? Dan kau semakin pintar membantah. BUKAN. Coba
telaah firman-Nya lebih teliti lagi. Apa? Tentu tak bisa. Sudah kukatakan bukan,
duniawi surgawi itu CERMIN. Meski jelas mereka sangat berbeda. Mau berapa kali aku ingatkan? Aku beritahukan? Aku bagikan?
Mereka takkan bisa dipisahkan. “Tak bisa dipisahkan”, itu katamu kala
membahas tentang cinta semu-mu dengan dirimu, dengan jiwamu. Coba analogikan
dengan dunia-akhirat. Sekali lagi, kuminta kau mengoreksi ulang definisi
cinta-mu. Membantah? Oke. Aku tak pernah merasa keberatan..
"Kamu mengejar dunia dan berbagai kesenangan di dalamnya,di saat dunia menjadi hukuman bagi Nabi Adam as"
(Hasan Al-Bashri)
It’s your choice, whatever, it’s yours.
16:49 Desember 21st 2011
(Tulisan ini dibuat sekitar dua tahun lalu. Pada masanya, tidak dipublikasikan dan hanya menjadi dokumen di dalam laptop pribadi. Dibuat dalam waktu sangat singkat, sebagai pelampiasan kekecewaan pada sebuah keadaan, meski pada akhirnya tak pernah ditujukan kepada siapa-siapa karena tata bahasa yang dirasa tidak tertata.)
Betapa bodoh sosok yang merangkak, mendekatimu dan berkata-kata tentang cinta yang tak punya makna itu--adalah aku demikian, maafkan
ReplyDeleteHha, tidak tepat sebenarnya. Tapi tak apalah, maafkan aku juga :)
Delete