Thursday, March 5, 2020

Jas Hujan dan Daya Tahan

Bogor nyaris hujan setiap sore. Apalagi di musim hujan begini. Begitu juga kemarin sore, ketika aku dalam perjalanan ke rumah Kakak. Jarak yang perlu ku tempuh memakan waktu sekitar 45 menit.

Sepanjang perjalanan, aku mendapati banyak orang yang menggunakan macam-macam jas hujan. Mulai dari jas hujan yang terbuat dari plastik tipis transparan dan biasa kutemui di pinggir jalan atau minimarket seharga sepuluh ribuan, hingga jas hujan dengan bahan yang lebih tebal, dengan berbagai warna dan model yang kini semakin beragam.

Beberapa waktu sebelumnya, aku mendapati percakapan seperti ini.

"Bapak ada jas hujan?"

"Ada, Neng. Tapi jas hujan yang biasa."

Mengingatnya sore itu, membuatku berpikir. Seperti apa sih jas hujan yang biasa dan jas hujan yang tak biasa? Lalu perjalanan sore itu memberiku jawaban. Awalnya, aku berpikiran, "Yah, pada akhirnya fungsi jas hujan sama-sama melindungi pemakainya dari guyuran air hujan, kan? kalau sedang hujan begini, sepertinya sama saja mau pakai jas hujan yang manapun."

Tapi pemikiran itu seketika beralih, begitu mendapati beberapa pengendara sepeda motor menggunakan berbagai jas hujan. Ada seorang bapak dengan jas hujan ponco tipis berwarna hijau, ada pula pengendara lain dengan jas hujan berwarna oranye menyala yang terlihat lebih tebal.

Aku serta-merta merasa temukan jawabannya.

Daya tahan. Benar jika hanya dalam satu waktu aku melakukan penilaian, katakanlah aku menilai beragam jas hujan sore itu pada saat itu juga, mungkin aku akan memberi penilaian yang sama antara jas hujan tipis dan "biasa" dengan jas hujan berbahan plastik tebal yang bisa ditebak harganya pun akan lebih mahal. Toh keduanya sama-sama menjalankan fungsi dengan baik; melindungi penggunanya dari deras air hujan. Tapi semuanya akan jadi berbeda jika aku melakukan penilaian atas daya tahannya, dalam kurun waktu tertentu. Iya, kan?

Boleh jadi, keberfungsian dua jas hujan itu akan sangat berbeda. Misalkan saja jas hujan berbahan plastik tipis, penggunaannya mungkin tak akan lebih lama dari jas hujan dengan bahan parasut yang lebih tebal. Mungkin jas hujan tipis itu hanya kuat dipakai beberapa kali pemakaian, sebab ia mudah tergores dan sobek. Tak heran, biasanya jas hujan jenis ini diperuntukkan bagi keadaan darurat dan dijual dengan harga murah. Adapun jas hujan yang lebih baik kualitasnya (dan biasanya juga lebih mahal) mungkin dapat digunakan lebih lama dan berkali kali, juga tak mudah sobek. Daya tahan lah yang membedakan keduanya.

Setengah perjalanan menuju rumah Kakak, aku kembali berpikir demi memperhatikan rintik hujan yang membasahi jalanan, membasahi banyak kendaraan, juga menerpa wajah-wajah manusia yang tengah beranjak pada satu tujuan, termasuk aku.

Seperti jas hujan, mungkin di dunia ini memang ada orang-orang dengan daya tahan yang berbeda. Kita tentu akan menjumpai banyak orang baik. Banyaak sekali. Mungkin kita bisa memohon bantuan pada beberapa orang berbeda, dan mereka akan dengan sukarela membantu kita. Mungkin kita akan melakukan kesalahan pada beberapa orang lainnya, dan kesemuanya akan dengan tulus memaafkan kita. Tapi segalanya bisa jadi berbeda jika kita melakukan pengulangan terus-menerus pada orang yang sama. Seperti jas hujan yang memiliki daya tahan, manusia pun barangkali demikian.

Pada permohonan dan permintaan maaf atas kesalahan kita yang pertama, mungkin ia akan dengan tulus menerima dan memaafkan. Begitu juga pada permohonan dan kesalahan kita yang kedua dan yang ketiga. Namun pada yang keempat dan yang seterusnya? barangkali ia mulai tak peduli dan tak acuh. Mungkin benaknya seolah berkata pada kita, "Sudahlah, terserah kamu saja."

Jadi cobalah perhatikan, adakah seseorang yang padanya kita berkali-kali meminta bantuan, berkali-kali melakukan kesalahan dan meminta maaf, tapi ia begitu sabar, begitu luas penerimaannya?

Adakah seseorang yang padanya hujan air mata kita berkali-kali tumpah, tapi jas hujan miliknya sedemikian hangat mendekap, tak bosan dan tak goyah?

Jika ada, bersyukurlah.
Jika merasa tak ada, mungkin kita lupa bahwa selama ini kita punya Dia. :)

_______________________________________________

Kemudian aku menemukan postingan dan tulisan berbahasa Inggris ini di akun instagram @thepractisingmuslimah tadi pagi, dan sepertinya relevan sekali.
"No one wants to hear about your problems, grievances and heartbreaks after the first few times. They think you are being too repetitive, that you are stuck on the same page, they get bored of listening to you, they will probably even blame you because you cannot stop overthinking.

But guess who never gets tired of listening to your problems even after having heard them thousands of times or more while also knowing exactly what you are going to say word for word?

No one except your Lord.

Your salah is your personal time with your Creator, five times, every single day. It is the only place where you place your problems and find all kinds of solutions. Do not let it be a mindless routine or worse, don't miss it.

Talk about your problems to Him instead of people. Vent to Him. Get it all out in front of Him. There is no place else where you can be so vulnerable and still feel safe except with Him. Allah never gets tired of listening to you, the question is are you willing to talk to Him?

Start looking at your salah as a blessing instead of burden, it makes all the difference."


Ditulis pada 20 Februari 2020, 12.30 WIB

No comments:

Post a Comment