Sebelumnya, aku ingin tanya beberapa hal. Kapan terakhir kali kamu menggunakan telepon umum? mungkin sudah lama sekali, ya? Lalu kapan terakhir kali kamu merasakan rindu? mungkin kemarin lusa, atau barangkali sekarang kamu tengah merasakannya.
Aku sedang rindu, dan tiba-tiba saja teringat akan telepon umum. Dulu, mungkin sembilan atau sepuluh tahun lalu, telepon umum adalah salah satu benda favoritku. Ia ada di sisi tembok pos satpam sekolah, dan kehadirannya membuatku sering-sering mengumpulkan recehan. Supaya begitu jam sekolah selesai, aku bisa bergegas menuju padanya dan menelepon siapa saja yang aku rindu. Jadi jangan heran, dulu aku menyimpan satu lembar kertas berisi nomor-nomor penting untuk kutelepon melalui telepon umum.
Seru, ya. Dahulu rindu membutuhkan usaha lebih, setidaknya perlu berjalan kaki menuju telepon umum. Harap-harap cemas menunggu waktu pulang sekolah hanya untuk sekadar bertukar sapa. Aku masih ingat beberapa percakapan di telepon umum, dengan orang tua, dengan saudara, juga dengan beberapa teman. Sebenarnya di sekolah berasrama kami saat itu, bisa sih mengakses telepon genggam. Tapi hanya pada akhir pekan, dan sangat terbatas sebab hanya tersedia tiga gawai untuk diakses puluhan orang. Aku terlalu tak sabar menunggu akhir pekan. Oh iya, satu lagi. Jangan kira gawai kami saat itu punya aplikasi seperti WA, Line, atau apalah yang bisa video call. Tidak. Kami masih modal SMS dan telepon.
Tapi sejak tingkat dua dan di akhir-akhir waktu sekolah saat itu, telepon umum mulai jarang digunakan. Aku juga sudah lupa kapan keduanya mulai tidak berfungsi. Perkembangan teknologi juga barangkali memengaruhi. Kalau ada keperluan mendesak, kami mulai meminta bantuan pada wali asrama untuk berkomunikasi, biasanya untuk menghubungi orang tua.
Jika pada saat itu saja rindu membutuhkan usaha lebih, apalagi dulu sekali ya, ketika orang tua kita masih di bangku sekolah. Jangankan telepon rumah apalagi gawai yang kini merajalela. Barangkali bertukar surat melalui pos adalah bentuk komunikasi termewah pada masanya.
Kadang kemudahan memang membuat kita nyaris kehilangan makna. Hari ini, di tengah mudahnya alat komunikasi, kapan terakhir kali kita melepas rindu? apakah cukup hanya dengan melihat-lihat laman sosial medianya? apakah cukup hanya dengan melihat status terbaru saudara atau keluarga kita? atau mungkin diam-diam menuliskan nama beberapa teman lama kita di mesin pencarian?
Jangan-jangan kita semua adalah orang yang tengah rindu, tapi lupa caranya bertukar sapa. Kita terlalu sok tahu untuk mengetahui kabar seseorang hanya dengan menerka-nerka. Kita terlalu takut memulai pertanyaan "apa kabar" karena terdengar basa-basi sekali sebab kita nyaris setiap hari melihat postingan media sosialnya. Kita menganggap terlalu kaku untuk menanyakan kondisi kesehatan seseorang, sebab dia baru saja ikut berkomentar di salah satu grup daring dan kita tebak bahwa dia pasti baik-baik saja.
Jangan sampai teknologi membuat hari-hari kita jadi hilang makna. Mengapa tak memulai lagi untuk saling bicara?
Iya, bahkan pada orang-orang terdekat kita. Seperti orang tua, misalnya. :)
Sumber Gambar |
Ditulis di Bogor, pada 5 Februari 2020, 14.57 WIB
No comments:
Post a Comment