Saturday, May 13, 2017

Kehidupan Kita; Para Rerumput yang Mengiba Hujan

Aku rasa, iya, aku rasa (kali ini aku menggunakan kosakata ‘rasa’ tanpa mengubahnya jadi ‘fikir’; tidak seperti biasanya) setiap manusia; setiap kita, akan menghadapi masa dimana dirinya merindukan momentum perubahan. Meski sebenarnya, perubahan itu ada setiap hari walaupun mungkin tanpa kita sadari. Aku seringkali menggunakannya sebagai semacam harapan baru setiap hari yang kadang membuatku bertanya ‘ini sebenarnya sehat nggak, sih? Ini bukan pelarian karena nggak mau nyesel, kan ya?’ lalu belum lama, aku membaca sebuah buku berjusul 10 Prinsip Pengasuhan Spiritual. Dan salah satu dari 10 prinsip itu berbunyi; menjadikan setiap harinya sebagai awal baru.

Kali ini aku ingin menulis saja, setelah sekian lama. Rasanya cukup penat juga. Mungkin laman ini memang sudah mulai dipenuhi jaring laba-laba jika ia eksis di dunia. Setiap menulis, aku berupaya agar apa yang aku tulis bisa memberi manfaat untuk orang lain. Hingga pada satu titik, aku kehilangan esensi dari menulis itu sendiri. Lama-kelamaan jari jadi terobsesi menulis untuk orang lain. Padahal, menurutku, sejatinya menulis adalah kepentingan diri sendiri. Ia hanya keegoisan yang dibungkus dengan kata ‘berbagi’ padahal sejatinya adalah refleksi diri. Sama seperti para pengilmu yang mengajarkan pemahamannya pada orang lain, padahal sesejati-sejatinya, ia tengah melipatgandakan keilmuannya sendiri.

Jadi biar kali ini kita saling jujur. Oh, mungkin aku lebih tepatnya. Aku sedang ingin menulis saja. Meskipun random, kuharap tetap ada hikmah di dalamnya, meski mungkin sedemikian tercecer.

Manusia secara alamiah akan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sebab hati pada nyatanya akan resah jika menemui hal yang buruk. Semoga hati kita masih cukup sensitif untuk dapat merasakannya, ya. Maka jika ada di antara kita yang mungkin terjerembab dalam dosa, bersyukurlah detik ini. Setidaknya kita tahu bahwa itu adalah ‘dosa’. Bukan, ini bukan pemakluman atau ajakan untuk memaklumi perbuatan dosa. Maksudnya adalah, lebih kepada membuka mata kita bahwa selalu ada kesempatan untuk tidak berputus asa pada rahmat Allah. Jangan pernah sekali-kali berfikir bahwa Allah menakdirkan kita menjadi seorang pendosa. Jangan pernah. Serius. Itu tipu daya syaithan. Syaithan nggak serta-merta sukses ketika berhasil menjerumuskan kita dalam maksiat. keberhasilan telak kaum mereka adalah ketika membuat kita merasa bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa-dosa kita. Kalau terlanjur, lekas istighfar!

Kembali lagi ke menjadikan setiap harinya sebagai awal baru. Awal baru. Sesuai judul, aku akan mengumpamakannya serupa ‘hujan’. Anggaplah kita ini sekumpulan rumput yang merindukan hujan. Boleh jadi, kita adalah makhluk yang biasa-biasa saja, menjalani hari biasa-biasa saja, merasa bosan, dan mencari-cari semangat apa yang mampu menjadi pendorong untuk melanjutkan hidup dengan menyenangkan. Mungkin kita pernah menjadi bagian dari kelompok yang menjalani setiap detiknya dengan semerbak energi. Dengan optimisme. Dengan harapan. Mungkin juga kita mengalami keterpurukan, atau kekaburan tuju untuk apa kita hidup. Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Kita bisa ada di posisi mana saja.

Ketika merasa jenuh, ketika mulai merasa bahwa diri terjerembab di lumpur yang membuat kita merasa begitu lelah dan tubuh kita nyaris kotor semua, kita, sebagai manusia, membutuhkan momentum. Iya, momentum untuk berubah. Teori dasar ini nyaris semua orang tahu, Tapi sayangnya, tidak semua memahami bahwa momentum bukan ditunggu. Sama seperti mereka yang ketika ditanya lantas menjawab “hidayahnya belum datang” dan seterusnya. Momentum bukan sesuatu yang ditunggu, melainkan dicipta. Mungkin dari kita ada yang pernah mendengar kutipan berbahasa inggris berbunyi “Don’t wait a perfect moment, take a moment and make it perfect!” ya, kita punya andil dalam menghadirkan momentum.

Apa cara paling mudah menghadirkan momentum?

Aku teringat tentang salah satu #1minutebooster dari kajian Shift-nya Ustadz Hanan Attaki. Beliau menyebutkan bahwa setiap kita hendak menginginkan sesuatu, minta ampun lah pada Allah. Ustadz Abdullah Gymnastiar juga pernah menyebutkan dalam tausiyahnya, bahwa masalah selalu punya jalan keluar. Ibarat naik mobil kacanya kotor, bukan tidak ada jalan, melainkan kita yang kesulitan melihatnya. Maka hal yang pertama harus dilakukan adalah bersihkan! bagaimana? istighfar.

Jadi apa cara paling mudah menghadirkan momentum? istighfar. Awali saja dengan meminta ampun. Sebagaimana tebak-tebakan Roger pada suatu hari di suatu kelas kampus IPB; “Apa hajat terbesar manusia?” yang jawabannya “Diampuni dosa-dosanya oleh Allah”; atau awalan dari doa orang-orang salih yang meminta ampun atas dosa, atas dzalim, atas penghambaan yang compang-camping. Istighfar saja dulu.

Kita adalah para rerumput yang mengiba hujan. Sayangnya, kadang kita lupa saling mengingatkan bagaimana cara memohon pada Yang Kuasa agar hujan sudi kiranya menyapa.

No comments:

Post a Comment