Tuesday, February 16, 2016

Namaku Multazam


Namaku Multazam. Entah inspirasi darimana Amak dan Abah menamaiku demikian. Tapi kata orang-orang, namaku itu keren. Sebab adalah nama salah satu tempat dimana doa-doa kepada Tuhan diijabah. Dimana? aku juga tidak tahu. Lagipula aku tidak terlalu peduli.

Namaku Multazam. Hari ini aku berdiri di jembatan jalan ibu kota. Bukan, aku bukan tengah mencari kerja seperti orang-orang perantauan lainnya. Lagipula aku bisa dapat kerja apa? paling-paling hanya jadi tukang serabutan, atau pemulung jalanan. Wong sarjana saja susah, apalagi cuma bekal ijazah SMA.

Namaku Multazam. Aku manusia biasa, bahkan cenderung tidak berguna. Aku juga tidak mengerti apa sisi baik dari diriku. Mungkin nyaris tidak ada. Di kampung hidup susah, di kota makin tak berdaya. Heran, kenapa ya kira-kira Tuhan tega menjadikanku ada?

Namaku Multazam. Hari ini aku berdiri di jembatan ibu kota. Bukan mencari pekerjaan, aku hendak mengakhiri peradaban. Ya, tepat sekali. Bunuh diri. Kupastikan semuanya aman. Mulai dari kartu identitas sampai seperangkat barang bekas. Tidak ada yang aku bawa. Biar saja nanti jasadku tidak ada yang mengenal. Paling-paling hanya masuk berita TV sebentar. Atau bahkan cuma numpang lewat di koran ibu kota.

Hei, tapi... Tapi namaku Multazam.

Katanya identik dengan tempat berdoa yang diijabah Tuhan.
Masa iya seorang Multazam tidak percaya doa dan hendak mengakhiri kehidupan?

Ya, tapi..
Tapi namaku Multazam.

Namaku Multazam.

Namaku Multazam.

Namaku Multazam.

Dan detik ini aku berkecamuk tak karuan.


** Multazam adalah bagian dinding Kabah antara hajar aswad dan pintu Kabah.


No comments:

Post a Comment