Tuesday, May 13, 2014

Sabar

Tuan, ini petang kami yang terlewat
Ini malam kami yang jadi saksi tapak langkah berkawat
Perih
Bak rebusan air yang mendidih- berbuih
Tuan, sudikah kiranya menunduk sejenak saja?
Lihat, ini kami yang sedari dulu mengiba
Berharap Tuan berkenan sediakan waktu
Bukankah sudah cukup lama kami menunggu?
Adab kami diuji dalam memuji
Sampah dibuang hanya tinggal imaji
Pergi, lantas kembali lagi
Memuakkan
Biar seribu pinta sepuluh ribu jawab
Bukan
Bukannya Tuan banyak bicara
Kami tahu ada perkara
Namun bagaimanakah menafsirkan
Sementara kepala kami begini adanya?
Meski kabarnya kami ini telah sempurna
Diantara rakyat jelata pengemis lainnya
Tapi di hadapan Tuan, apalah daya kami semua?
Tak lebih dari tingkat mulia kerikil di hadapan bongkah berlian
Tak lebih dari jiwa kotor koruptor di hadapan jujurnya penjaja dagangan
Hina-dina yang mengadu dilingkup nestapa
Mentalitas kerdil yang jauh dari kelas kakap
Sampai diri pun enggan mengakui identitas
Maka lihatlah Tuan,
ini pagi kami yang terlewat
Yang jadi saksi tapak langkah kaki berkawat
Perih
Ironi meski mungkin tak sepedih tusuk belati
Meminta, namun tak juga sanggup memantaskandiri
Maka Tuan, sudikah kiranya Tuan menunduk?
Lihat, ini kami yang sedari dulu mengiba
Berharap Tuan perkenankan kami untuk menyediakan waktu
Meski lantunan harap masih jauh dari seribu gunung
Tapi kami tahu Tuan tahu,
Bukan begitu, wahai Tuan yang agung?

Ampuni kami, Tuan
Untuk hina-dina yang tak tahu diri ini
Mei 12th 2014

No comments:

Post a Comment