Tuesday, April 15, 2014

Kuat-Lemah

       Kuat-lemah. Adjektiva memang teramat relatif maknanya, bahkan cenderung subjektif karena tergantung dari sudut pandang apa, sudut pandang siapa yang digunakan dalam menilai adjektiva tersebut. Jika teori relativitas mampu menunjukkan bahwa besaran-besaran fisika seperti panjang, massa, kecepatan, adalah relatif, maka 'kuat' dan 'lemah' yang merupakan adjektiva barang tentu tidak diragukan lagi kerelatifannya.

         Bicara kuat-lemah tidak melulu membahas soal fisik, atau hal-hal yang kasat mata. Kuat-lemah, lebih jauh lagi memberikan gambaran tentang kearifan dalam kehidupan. Rasulullah Muhammad SAW pun dalam hadis mengungkapkan, bahwa yang terkuat bukanlah yang unggul dalam persoalan fisik, melainkan siapa yang mampu menahan amarahnya. Maka sekali lagi, kuat-lemah memiliki substansi yang lebih dari sekadar kedudukan, posisi, apalagi tampilan fisik yang berotot.

      Setiap orang tentu memiliki sudut pandangnya tersendiri, dan tentu, memiliki porsi kuat-lemahnya masing-masing. Bagi seorang ayah, bisa jadi kuat adalah ketika ia mampu menafkahi keluarganya, ketika ia bekerja tanpa sekata keluhan. Pun bagi seorang ibu, kuat adalah ketika ia berhasil mendidik anak-anaknya dengan kesabaran, memberikan contoh-contoh yang arif dalam berkehidupan. Namun bagi seorang ayah yang tak memiliki pekerjaan, kuat adalah ketika ia terus berusaha mengais rezeki yang halal, ketika ia mampu menunjukkan pada anak-anaknya bahwa hidup adalah perjuangan. Atau bagi seorang ibu yang baru saja kehilangan anaknya, maka kuat diwujudkan dengan keikhlasan, rasa rela akan takdir yang menyapa buah hatinya. Porsi kuat-lemah memang tak memiliki harga mati. Karena kuat-lemah sangat dipengaruhi kondisi dan situasi yang tengah dihadapi.

          Kita harus terus melaju positif, seperti apapun adjektiva yang tersemat. Entah muaranya dari orang lain, entah dari diri sendiri. Adjektiva bersifat relatif dan takkan pernah kita temui titik temu yang ideal jika mengikuti kata manusia yang cenderung subjektif. Karena pengharapan yang jelas pasti hanya kepada Rabb Izzati, pemilik segala hati. Kita harus terus melajukan atmosfer positif. Kuat-lemah memiliki definisinya tersendiri. Maka yang terpenting bagi seorang muslim adalah memilih untuk kuat di jalan-Nya, mengharapkan penilaian semata dari-Nya. 

          Banyak pujangga yang menganalogikan kuat ibarat batu karang. Terus-menerus diterpa ombak, namun tetap kokoh berdiri tegak. Sementara jika memperluas pandangan, seyogyanya kita dapat mengatakan bahwa batu karang sungguh teramat lemah. Mengapa ia tak sanggup bangkit, menghindar dari terpaan air laut? Atau bolehlah kita mengatakan betapa gulungan ombak itu begitu kuat. Menghantam karang terus-menerus, tiada bosan, kokoh bertahan. Persepsi yang berbeda menghasilkan interpretasi yang tak sama. Itulah alasan mengapa pendapat kita seringkali tiada bersua. Maka tak ada yang keliru dari sebuah keadaan. Karena pada akhirnya semua kembali kepada kita. Hendak melihat dari sudut pandang apa, hendak mencerna dari sudut pandang yang mana.


2 comments:

  1. " kuat-lemah memang tak memiliki harga mati. Karena kuat-lemah sangat dipengaruhi kondisi dan situasi yang tengah dihadapi. " ini kata kata yang keren ris :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. terimakasih, :D baru pertama kali dipanggil 'ris' sama imel, hhe

      Delete