Aku rasa, iya, aku rasa (kali ini
aku menggunakan kosakata ‘rasa’ tanpa mengubahnya jadi ‘fikir’; tidak seperti
biasanya) setiap manusia; setiap kita, akan menghadapi masa dimana dirinya
merindukan momentum perubahan. Meski sebenarnya, perubahan itu ada setiap hari
walaupun mungkin tanpa kita sadari. Aku seringkali menggunakannya sebagai
semacam harapan baru setiap hari yang kadang membuatku bertanya ‘ini sebenarnya sehat nggak, sih? Ini bukan
pelarian karena nggak mau nyesel, kan ya?’ lalu belum lama, aku membaca
sebuah buku berjusul 10 Prinsip Pengasuhan Spiritual. Dan salah satu dari 10
prinsip itu berbunyi; menjadikan setiap
harinya sebagai awal baru.
Kali ini aku ingin menulis saja, setelah
sekian lama. Rasanya cukup penat juga. Mungkin laman ini memang sudah mulai
dipenuhi jaring laba-laba jika ia eksis di dunia. Setiap menulis, aku berupaya
agar apa yang aku tulis bisa memberi manfaat untuk orang lain. Hingga pada satu
titik, aku kehilangan esensi dari menulis itu sendiri. Lama-kelamaan jari jadi
terobsesi menulis untuk orang lain. Padahal, menurutku, sejatinya menulis
adalah kepentingan diri sendiri. Ia hanya keegoisan yang dibungkus dengan kata ‘berbagi’
padahal sejatinya adalah refleksi diri. Sama seperti para pengilmu yang
mengajarkan pemahamannya pada orang lain, padahal sesejati-sejatinya, ia tengah
melipatgandakan keilmuannya sendiri.
Jadi biar kali ini kita saling jujur.
Oh, mungkin aku lebih tepatnya. Aku sedang ingin menulis saja. Meskipun random, kuharap tetap ada hikmah di
dalamnya, meski mungkin sedemikian tercecer.
Manusia secara alamiah akan mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sebab hati pada nyatanya akan
resah jika menemui hal yang buruk. Semoga hati kita masih cukup sensitif untuk
dapat merasakannya, ya. Maka jika ada di antara kita yang mungkin terjerembab
dalam dosa, bersyukurlah detik ini. Setidaknya kita tahu bahwa itu adalah ‘dosa’.
Bukan, ini bukan pemakluman atau ajakan untuk memaklumi perbuatan dosa. Maksudnya
adalah, lebih kepada membuka mata kita bahwa selalu ada kesempatan untuk tidak
berputus asa pada rahmat Allah. Jangan pernah sekali-kali berfikir bahwa Allah
menakdirkan kita menjadi seorang pendosa. Jangan pernah. Serius. Itu tipu daya
syaithan. Syaithan nggak serta-merta
sukses ketika berhasil menjerumuskan kita dalam maksiat. keberhasilan telak
kaum mereka adalah ketika membuat kita merasa bahwa Allah tidak akan mengampuni
dosa-dosa kita. Kalau terlanjur, lekas istighfar!
Kembali lagi ke menjadikan setiap harinya sebagai awal baru.
Awal baru. Sesuai judul, aku akan mengumpamakannya serupa ‘hujan’. Anggaplah
kita ini sekumpulan rumput yang merindukan hujan. Boleh jadi, kita adalah makhluk
yang biasa-biasa saja, menjalani hari biasa-biasa saja, merasa bosan, dan
mencari-cari semangat apa yang mampu menjadi pendorong untuk melanjutkan hidup
dengan menyenangkan. Mungkin kita pernah menjadi bagian dari kelompok yang
menjalani setiap detiknya dengan semerbak energi. Dengan optimisme. Dengan
harapan. Mungkin juga kita mengalami keterpurukan, atau kekaburan tuju untuk
apa kita hidup. Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Kita bisa ada di posisi
mana saja.
Ketika merasa jenuh, ketika mulai
merasa bahwa diri terjerembab di lumpur yang membuat kita merasa begitu lelah
dan tubuh kita nyaris kotor semua, kita, sebagai manusia, membutuhkan momentum.
Iya, momentum untuk berubah. Teori dasar ini nyaris semua orang tahu, Tapi
sayangnya, tidak semua memahami bahwa momentum bukan ditunggu. Sama seperti
mereka yang ketika ditanya lantas menjawab “hidayahnya belum datang” dan
seterusnya. Momentum bukan sesuatu yang ditunggu, melainkan dicipta. Mungkin
dari kita ada yang pernah mendengar kutipan berbahasa inggris berbunyi “Don’t wait a perfect moment, take a moment
and make it perfect!” ya, kita punya andil dalam menghadirkan momentum.
Apa cara paling mudah
menghadirkan momentum?
Aku teringat tentang salah satu
#1minutebooster dari kajian Shift-nya Ustadz Hanan Attaki. Beliau menyebutkan
bahwa setiap kita hendak menginginkan sesuatu, minta ampun lah pada Allah.
Ustadz Abdullah Gymnastiar juga pernah menyebutkan dalam tausiyahnya, bahwa
masalah selalu punya jalan keluar. Ibarat naik mobil kacanya kotor, bukan tidak
ada jalan, melainkan kita yang kesulitan melihatnya. Maka hal yang pertama harus
dilakukan adalah bersihkan! bagaimana? istighfar.
Jadi apa cara paling mudah
menghadirkan momentum? istighfar.
Awali saja dengan meminta ampun. Sebagaimana tebak-tebakan Roger pada suatu
hari di suatu kelas kampus IPB; “Apa hajat terbesar manusia?” yang jawabannya “Diampuni
dosa-dosanya oleh Allah”; atau awalan dari doa orang-orang salih yang meminta
ampun atas dosa, atas dzalim, atas penghambaan yang compang-camping. Istighfar saja dulu.
Kita adalah para rerumput yang mengiba hujan. Sayangnya, kadang kita lupa saling mengingatkan bagaimana cara memohon pada Yang Kuasa agar hujan sudi kiranya menyapa.
Kita adalah para rerumput yang mengiba hujan. Sayangnya, kadang kita lupa saling mengingatkan bagaimana cara memohon pada Yang Kuasa agar hujan sudi kiranya menyapa.