“Berikan
aku seribu orang tua,
niscaya
kucabut semeru dari akarnya
Berikan
aku sepuluh pemuda,
niscaya
akan kuguncang dunia!”
-Ir.
Soekarno-
Potret Pemuda untuk
Indonesia Hijau
Makin kesini,
lingkungan semakin ramai diperbincangkan mengalami penurunan kualitas. Sebut
saja Jakarta, sebuah kota metropolitan yang tercatat sebagai kota dengan
tingkat polusi terburuk nomor tiga (setelah Meksiko dan Thailand) di dunia.
Sungai Citarum, Jawa Barat, tercemar oleh polusi yang disebabkan limbah pabrik
dan sampah masyarakat. Belum lagi kabar yang mengatakan ribuan hutan di
Indonesia mengalami kebakaran yang tak jarang berdampak negatif pada negara
tetangga. Pun bencana banjir, kini tidak
lagi hanya disebabkan oleh fenomena alam. Tampaknya ulah tangan manusia yang
gemar membuang sampah tidak pada tempatnya dan penebangan hutan secara liar telah
menjadi penyebab utama dari bencana ini. Kondisi bumi semakin tidak karuan
karena ulah penghuninya. Indonesia yang dibangga-banggakan dengan kekayaan
alamnya kini justru dipertanyakan kredibilitasnya dalam melestarikan kekayaan
alam itu sendiri.
Jika dianalogikan,
maka bumi adalah rumah dimana kumpulan manusia yang tinggal di permukaannya
merupakan satu kesatuan yang membentuk sebuah keluarga besar. Sayangnya, tidak
semua dari manusia menyadari akan analogi sederhana ini; bahwa kita adalah
keluarga, dan bumi adalah rumah kita bersama. Maka fenomena pemilik rumah yang
merusak rumahnya sendiri menjadi semacam pemandangan yang lumrah dan dianggap
biasa. Padahal jelas, ini bukanlah sebuah kewajaran. Hal tersebut menjadi
polemik tersendiri, bahwa kegiatan manusia yang menyebabkan kerusakan alam
tidak lagi menjadi hal istimewa. Maka disinilah, peran pemuda dibutuhkan.
“pe
mu
da n
orang muda laki-laki; remaja; taruna: para – akan menjadi pemimpin bangsa;
~ tawon ki pemuda yang selalu
bergantung pada induk semangnya.”
Kamus Besar Bahasa
Indonesia
Pemuda dalam konteks
ini tidak hanya terbatas pada laki-laki, tapi mencakup seluruh manusia yang
tergolong dalam usia muda; yang memiliki semangat muda. Pendapat yang
mengatakan bahwa pemuda memiliki energi besar tampaknya telah disetujui oleh
masyarakat luas tanpa bantahan. Tercatat dalam sejarah, pemuda seringkali
terlihat dan ambil peran dalam setiap peristiwa. Penaklukan Konstantinopel,
misalnya. Bagaimana Muhammad Al Fatih berperan sebagai panglima ketika usianya
masih 24 tahun, dan melahirkan ide-ide strategi perang yang dinilai cerdas.
Atau kisah bagaimana Einstein yang sejak muda telah melahirkan berbagai teori
yang menjadikannya orang paling berpengaruh pada abad 21 versi majalah Time. Lebih dekat lagi, kemerdekaan
bangsa kita yang jatuh pada tanggal tujuh belas Agustus 1945 pun erat kaitanya
dengan peran pemuda.
Indonesia kaya akan
sumber daya. Dengan luas daratan yang hanya 1,3 % dari seluruh permukaan bumi,
Indonesia memiliki berbagai jenis kehidupan liar dan berbagai tipe ekosistem
yang tidak seluruhnya dapat dijumpai di belahan bumi lain. Kaya akan flora,
fauna, juga kaya akan budaya. Dengan pertumbuhan penduduk yang terbilang
tinggi, tentu bumi pertiwi ini juga kaya akan pemuda. Lantas apa keterkaitan
antara pemuda dengan minimnya kesadaran bahwa bumi, bahwa lingkungan adalah
rumah yang harus dijaga dan dilestarikan? Dalam hal ini, pemuda memiliki
potensi yang sangat besar untuk menjadi sarana penyampai pesan tentang
pentingnya lingkungan. Namun, bercermin pada kenyataan yang ada, jumlah pemuda
yang ada di negara kita seakan tidak selaras dengan kelestarian lingkungan.
Justru sumber daya alam negeri ini dirasa semakin terpuruk.
Dalam beberapa kurun
waktu terakhir, pemuda kita sebenarnya mulai angkat bicara dan menyemarakkan semangat
pelestarian lingkungan. Terbukti dengan lahirnya komunitas-komunitas
bernafaskan peduli lingkungan yang berdirinya dipelopori oleh para pemuda.
Beberapa diantaranya yaitu: Komunitas Indonesia Berkebun yang kegiatannya
berupa urban farming ‘memanfaatkan lahan tidur di wilayah
perkotaan yang dikonversi menjadi lahan pertanian’; Transformasi Hijau, dimana
pergerakannya fokus pada pendidikan lingkungan; Komunitas Pecinta Kertas yang
memanfaatkan kembali kertas bekas demi kelestarian pohon yang terdapat di alam;
juga ada Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (KAPHI), lahir dari gagasan sekumpulan
pemuda yang tidak rela lingkungannya dirusak. KAPHI sendiri telah mengadakan
konferensi nasional dan anggotanya telah menyebar di berbagai wilayah di
Indonesia. Sebuah perkembangan yang terbilang cepat mengingat komunitas ini
baru berdiri kurang-lebih selama tiga tahun. Hal ini tentu menjadi sebuah kabar
gembira untuk bangsa kita yang merindukan tanah surganya.
Pendapat yang
mengatakan bahwa pemuda memiliki peran yang besar dalam perkembangan suatu
bangsa bukanlah lagi sebuah pemikiran yang baru dan asing. Maka, lahirnya
komunitas-komunitas seperti yang telah disebutkan di atas merupakan sebuah
kewajaran. Karena memang begitulah sikap pemuda seharusnya. Idealnya, pemuda
yang kelak akan menjadi pemimpin bangsa memiliki kesadaran penuh bahwa
lingkungan saat ini merupakan cerminan kehidupannya di masa depan. Yang sangat
disayangkan, perbandingan antara jumlah pemuda yang memiliki pemahaman baik
mengenai lingkungan dengan yang kurang pemahamannya masih terbilang besar.
Memang, telah banyak gerakan pemuda yang bernafasakan lingkungan. Tentu hal
tersebut tidak dapat dipungkiri. Akan tetapi, mereka tidak cukup untuk
menghadirkan kesadaran seutuhnya di tengah-tengah masyarakat. Terlebih
komunitas-komunitas tersebut terkesan berdiri sendiri, tidak saling bekerja
sama. Wilayah Indonesia yang tidak bisa dibilang kecil ini membutuhkan potensi
maksimal para pemudanya, demi lingkungan yang lebih baik.
Belajar dari
presiden pertama kita, Ir. Soekarno, beliau merupakan potret pemuda yang
memilki keyakinan dan kemauan kuat membawa perubahan bagi bangsanya menuju
lebih baik. Tentu bukan tanpa proses hingga beliau terkenal oleh dunia sebagai
orator yang ulung; mampu menyampaikan gagasan hingga memengaruhi para
pendengarnya. Soekarno muda memiliki keyakinan kuat bahwa suatu saat bangsanya
mampu merdeka. Keyakinannya dalam tindak nyata dapat kita lihat dari bagaimana
ia menjadikan berlatih pidato sebagai salah satu rutinitas hariannya. Buah dari
usaha tersebut, dapat dilihat sekarang. Bagaimana namanya masyhur sebagai bapak
proklamator yang memberikan kontribusi besar untuk Indonesia. Lebih dari itu,
beliau telah membawa nama Indonesia pada kancah Internasional hingga negeri ini
dijuluki sebagai Macan Asia pada masanya.
Dari potret
Soekarno, pemuda kini pun demikian. Sebelum meyakinkan dan memberi pemahaman
kepada masyarakat, tentu pemuda dituntut untuk memiliki keyakinan penuh bahwa
Indonesia mampu mewujudkan cita hijaunya. Karena sebuah ide dan gagasan tidak
akan tersampaikan dan diterima dengan baik manakala sang penyampai pesan itu
sendiri tidak yakin akan apa yang disampaikannya. Di sinilah titik persoalannya.
Pemuda kita tahu akan kebenaran bahwa membuang sampah sembarangan itu tidak
baik, namun tak banyak yang bertindak nyata dengan mengingatkan secara langsung
si pelaku. Atau bahkan kasus yang memprihatinkan, ketika pemuda itu sendiri
yang bertindak sebagai pelaku pembuangan sampah sembarangan meski ia tahu akan
nilai yang benar. Begitu juga di kawasan pariwisata alam, tidak jarang didapati
sisa-sisa kegiatan vandalisme oleh sekelompok pemuda yang mengaku sebagai para
pecinta lingkungan. Ini merupakan contoh sederhana dari pengetahuan yang tidak
diiringi pemahaman baik dan tindak nyata di lapangan. Sebuah fenomena yang
menunjukan belum adanya kepedulian berarti dan keyakinan utuh.
Pada hakikatnya,
manusia merupakan makhluk sosial, begitu pun pemuda. Pemuda adalah potensi
besar. Maka bisa dibayangkan, Indonesia kita dengan keberagaman pemudanya yang
tersebar dari Sabang hingga Merauke tentu memiliki potensi luar biasa.
Merealisasikan kepedulian terhadap lingkungan tidak sesempit melakukan kerja
bakti, seminar lingkungan, atau kegiatan menanam seribu pohon. Masing-masing
individu tentu memiliki caranya sendiri. Dengan dibekali tujuan yang selaras
satu sama lain, yakni menumbuhkan kesadaran pada masyarakat betapa pentingnya
menjaga lingkungan, pemuda mampu berperan sesuai posisinya. Sebagai mahasiswa,
maka jadilah penggerak aktivitas mahasiswa yang mencintai lingkungan. Tidak
berhenti sebatas lisan, tulisan, poster, atau jargon-jargon bercitakan hijau;
tapi diiringi dengan aksi nyata. Jika kegiatan menanam seribu pohon telah
direlaisasikan, maka saatnya program merawat seribu pohon dijalankan. Karena
tidak akan berguna penanaman bibit yang tidak diiringi dengan perawatan
berarti. Ketika jejaring pemuda telah tercipta dengan visi dan keyakinan yang
sama untuk melestarikan lingkungan dan menyampaikan pemahaman-pemahaman baik,
maka dengan ikatan konsisten, kelak bumi pertiwi akan menemukan surganya
kembali. Semoga.
Sumber:
Kompasiana.com (3 Oktober 2013)
Wartakota.tribunnews.com (3 Oktober
2013)
News.liputan6.com.2007.http://news.liputan6.com/read/144518/jakarta-kota-terpolusi-ketiga-dunia (3 Oktober 2013)
Kamus Besar Bahasa Indonesia