Wanita paruh baya itu duduk di
tepi pelabuhan. Kedua matanya memandang teduh laut yang luas menghampar.
Menerka; sedang apa gerangan hatinya merasa. Bertanya; apa rencana Tuhan yang
hendak ditujukan padanya. Ia tak pernah berfikir rumit. Sederhana. Hidup ini
adalah urusan pribadinya bersama Tuhan. Tidak kurang, tidak lebih. Maka ketika
ia ditinggal pergi dua orang terkasihnya pun, tak ada tanya mengapa. Maka
ketika menyadari dirinya sebatang kara pun, wanita itu hanya tahu bagaimana
berusaha tuk menyambung hidup. Ia menarik segala harap pada manusia. Garis
bijak wajahnya mengatakan bahwa menaruh harap pada selain Rabb Izzati akan
berujung pada kecewa. Rumus hidupnya hanya satu: bersyukur.
Tapi ada apa gerangan senja itu?
Hatinya begitu tak menentu. Ada semacam harap yang membuncah. Ada semacam rindu
yang melanda. Wahai alam, ternyata rumus itu tetaplah berlaku. Hati manusia
adalah media rekam hebat yang pandai memilah urut bedasarkan prioritas kesan.
Ada yang tersimpan rapi, ada yang bahkan tak melalui ruang rekam. Kehilangan
dua orang terkasihnya dalam satu waktu bukanlah perkara mudah. Tapi setidaknya
ia jadi memahami makna dari sebuah kalimat sederhana; “jarak adalah sebuah
ujian bagi perindu, namun menjadi kenikmatan tiada tara bagi seorang pendoa.”
Rindu membuat sepotong kisah sederhana menjadi mewah
ReplyDeleteRindu membuat hal biasa menjadi romantis tak terkira--
Rindu membuat rasa sayang semakin membuncah :-)
Rindu adalah semangat mempersembakan yang terbaik pada saat bertemu nanti
kahilya ini, super sekali
Deletewaktu lagi kangen rumah ya? ;)