Harusnya ini saya tulis tahun 2020 lalu. Tapi tidak apa-apa lah ditulis di tahun 2021. Lebih baik tetap melaju daripada berhenti melangkah karena terlalu mendamba sempurna lah, ya~
Ini adalah bagian ketiga sekaligus bagian terakhir tentang cerita ta'aruf dengan diri sendiri. Ya, tahun-tahun belakangan saya belajar tentang diri saya sendiri. Mungkin bagi sebagian orang ini terdengar aneh, tapi saya yakin bagi sebagian besar yang lain, hal ini bukan sesuatu yang perlu dipertanyakan urgensinya.
Setiap kita perlu mengenali diri sendiri.
Sumber Gambar |
Beberapa tahun lalu, seseorang pernah bertanya pada saya tentang apa hal yang tidak saya sukai dan apa yang bisa membuat saya marah. Pertanyaan sederhana yang membuat saya saat itu berpikir keras. Ya, saya tidak tahu. Saya bahkan harus meminta pendapat orang lain untuk menjawab pertanyaan sulit itu. Sebagian menjawab asal, mengatakan saya tidak bisa marah. Sebagian yang lain menjawab sedikit serius, menyebutkan hal-hal kecil yang menurutnya membuat saya terganggu. Tapi saya merasa belum menemukan jawaban yang jelas saat itu.
Apa yang membuat saya marah? Kapan saya merasa sedih dan kecewa?
Bukan, bukannya saya tidak pernah merasakan emosi seperti marah, sedih, atau kecewa. Setiap manusia tentu pernah, bukan? Tapi saat itu, saya terlampau cuek dan abai pada emosi saya sendiri. Saya tidak benar-benar menandai kapan saya merasa senang, hal apa yang membuat saya kecewa, kala menghadapi apa saya merasa kesulitan atau marah. Saya bukan malaikat. Tentu saja saya merasakan emosi seperti manusia lainnya.
Pada akhirnya, pertanyaan orang itu tidak benar-benar terjawab secara verbal. Tapi agaknya sudah terjawab seiring waktu saya belajar. Ya, saya belajar mengenali diri saya sendiri.
Dan saya tidak pernah menyangka, bahwa perjalanan mengenal diri sendiri akan seajaib ini. Ternyata sebelumnya saya terlampau sibuk berusaha mengenali orang lain sampai lupa mengenali diri sendiri. Sering merasa takjub betapa karakteristik manusia ada begitu banyak ragamnya, tapi saya terlalu asyik hingga lupa mengamati dan memahami diri sendiri.
Dalam perjalanan panjang itu, saya menemukan diri saya mengalami berbagai macam emosi. Ternyata ada beberapa hal yang sangat mudah membuat saya kecewa. Saya mungkin bukan seseorang dengan ambisi tinggi terhadap dunia karier dan akademik, sehingga kegagalan pada hal itu tak terlalu memukul diri. Tapi saya lemah pada kesalahpahaman yang terjadi antara saya dan orang yang saya sayangi. Kesalahpahaman benar-benar mampu membuat saya tergugu, campur aduk antara perasaan sedih, kecewa, dan patah hati. Juga ketika saya tidak mampu menyampaikan maksud saya secara benar dan sesuai, terlebih jika tak ada kesempatan untuk bicara. Situasi yang sangat tidak menyenangkan. Fakta ini saya dapati ketika beberapa kali menghadapi kondisi dan situasi demikian di tiga tahun terakhir. Semakin diperkuat ketika saya mencoba mengingat-ingat kembali kejadian di masa lalu kala saya baru mulai menginjak belasan tahun.
Saya juga mendapati bahwa ternyata ada hal-hal kecil yang dapat dengan mudah memengaruhi diri. Salah satunya, yaitu betapa sensitifnya saya terhadap suara keras serta bentakan. Mendengarnya membuat jantung saya bedegup lebih cepat dari kondisi normal. Kejadian ini saya sadari ketika saya tinggal di sebuah perumahan, lalu suatu ketika ada tetangga baru menempati rumah kosong persis di seberang rumah yang saya tempati. Qodarullah, setiap hari terdengar orang berteriak, menangis, sampai meraung-raung. Sesekali terdengar sahut-menyahut entah dua atau tiga orang. Awalnya saya khawatir, takut kalau-kalau terjadi sesuatu pada tetangga baru. Hingga akhirnya saya tahu bahwa itu bukan KDRT atau permasalahan rumah tangga seperti yang mungkin banyak kami duga. Anak remaja perempuan mereka rupanya memiliki permasalah kondisi mental, yang menyebabkan ia kerap tantrum bahkan seringkali hendak kabur menggedor-gedor pintu. Dari kejadian itu, saya jadi tahu bahwa suara bantingan pintu, lemparan benda, suara raungan, sungguh bisa sedemikian mengganggu.
Pada akhirnya, ada begitu banyak hal yang saya pelajari bahkan hingga hari ini. Kapan saya merasa senang dan berbunga-bunga, hal apa yang membuat saya bersemangat, termasuk kapan saya menjelma jadi manusia yang begitu menyebalkan. Kita tidak bisa menampik bahwa diri kita memiliki sisi positif dan negatif, serta memiliki masa ketika self-worth sedang tinggi dan juga rendah. Yup, saya juga belajar tentang hal apa yang bisa lingkungan saya lakukan untuk membuat saya merasa lebih baik, ketika self-worth saya sedang rendah.
Dalam sebuah workshop terapi psikologi, saya belajar tentang betapa pentingnya mengetahui hal-hal yang membuat kita merasa lebih baik ketika kondisi diri sedang buruk. Catat baik-baik, sehingga itu bisa menjadi database terkhusus bagi orang-orang terdekat dan inner circle kita. Sebab setiap orang memiliki keunikan tersendiri, meski secara garis besar sebenarnya sama saja (nah lho, bingung nggak? hhe). Yah, intinya setiap kita boleh jadi memiliki kenyamanan dan bahasa cinta yang berbeda. Seperti selera makan bubur yang juga berbeda, serta perdebatan tak berujung tentang manakah yang lebih nikmat antara mie goreng atau mie kuah.
Sumber Gambar |
Mengapa mengenal diri sendiri penting? Sebab kata pepatah lama, tak kenal maka tak sayang. Bagaimana kita bisa menyayangi diri sendiri, manakala kita tak mengenalinya dengan baik? Mengenal diri sendiri juga membantu kita untuk meregulasi diri dan mengondisikan hati. Akan ada begitu banyak hal yang dapat lebih mudah kita kontrol ketika kita mengenal diri sendiri. Bukan hanya hubungan kita dengan orang terdekat, tapi juga dengan teman satu lembaga, kolega kerja, hingga orang tak dikenal yang kita berpapasan dengannya di tengah jalan. Lebih jauh lagi, mengenal diri sendiri menjadi sangat penting sebab ia dapat membantu kita dalam menjalankan tugas sebagai hamba selagi hidup di dunia, beribadah demi menjaga hubungan baik kita dengan Pemilik Semesta. Bukankah salah satu ibadah tersulit adalah ibadah yang berkaitan dengan hati?
Menurut versi hemat dan amatiran saya, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk lebih mengenal diri sendiri. Beberapa di antaranya, yaitu dengan menanyakan sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini pada diri sendiri:
1. Kapan kita merasakan emosi negatif seperti sedih, kecewa, atau marah?
2. Hal apa yang paling mengganggu ketenteraman dan kedamaian hati kita?
3. Orang seperti apa yang membuat kita merasa tidak nyaman?
4. Bagaimana pengalaman masa kecil kita, dan perjalanan hidup macam apa yang kita lalui hingga hari ini?
5. Apa yang kita harapkan ketika berinteraksi dengan orang lain?
Agaknya lima pertanyaan itu sudah cukup memberi informasi awal untuk mengenal diri sendiri. Hei, mengapa lebih banyak pertanyaan tentang hal-hal negatif? Sebab biasanya, alih-alih hal positif, segala sesuatu yang membuat hati sulit lebih mudah diidentifikasi. Sebagaimana manusia yang suka lupa bersyukur ketika sedang berbunga, tapi rentan memaki ketika merasa terhimpit keadaan. Semoga kita dijauhkan dari tindakan demikian.
Terakhir, mengenal diri sendiri akan memudahkan kita untuk mengenal dan memahami orang lain. Takkan ada rugi dari upaya untuk mengenal diri sendiri, sebab setiap kita adalah tokoh utama dalam drama kehidupan yang kita lalui ini.
Sumber Gambar |