Kemarin,
salah seorang sahabat mengirimkan pesan kepada saya.
“Aku lagi baca blog
Riris. Kangen Riris.”
Saya menyadari bahwa lama
sekali agaknya laman ini tidak diisi. Padahal, kalau boleh jujur, bahan mentah
yang siap dimasak jadi tulisan ada begitu banyak, terlebih dalam satu-dua tahun
belakangan. Tapi mungkin memang tekad saya yang melemah, atau mungkin saja memang
saya butuh waktu lebih untuk mengoreksi ulang segala sesuatu. Belakangan, ada
banyak kejutan yang membuat saya memperkecil saringan dalam menulis. Takut
kalau-kalau lebih banyak unfaedah-nya daripada yang berfaedah.
Semakin kesini, saya
semakin percaya bahwa tulisan memiliki power
yang kuat. Melalui tulisan, kita bisa belajar mengenali orang lain. Tulisan
sedikit-banyak menggambarkan pola pikir, latar belakang, hingga keadaan
emosional seseorang. Belum lagi jika tulisan itu dalam bentuk tulisan tangan.
Bahkan ada ilmu tersendiri yang mempelajari analisis tulisan tangan seseorang;
grafologi. Melalui tulisan juga, kita bisa terpengaruh. Sebagaimana apa-apa
yang kita baca akan masuk ke dalam pikiran kita dan mempengaruhi cara berpikir
kita. Jadi tidak salah-salah amat kalau orang bilang, kenali seseorang melalui
buku-buku yang dibacanya. Tidak salah juga kalau ada yang bilang, kenali
seseorang melalui tulisannya.
Uniknya, kadang tulisan
seseorang yang kita jumpai seolah tidak menggambarkan keadaan dirinya di dunia
nyata. Jangan buru-buru menjuri bahwa apa yang dilakukannya adalah pencitraan. Jangan
pula tergesa menilai bahwa dirinya di kehidupan nyata yang kita temui
sehari-hari ternyata merupakan kamuflase dari perwujudan aslinya yang tergambar
melalui tulisannya. Kepribadian manusia sungguh tidak sedangkal itu. Boleh jadi
kesemuanya itulah satu kesatuan dirinya. Ramuan antara idealisme, kenyataan,
harapan, ketakutan, pengalaman, dan seperangkat turunan lain yang membentuk
kepribadiannya. Jadi jika memang kita dituntut untuk menilai seseorang, nilailah
secara utuh dari berbagai macam aspek, bukan hanya dari satu sisi saja. Agaknya
itu akan jauh lebih adil.
Menulis punya power yang kuat. Apalagi di era sosial
media seperti saat ini. Tidak perlu jauh-jauh bicarakan soal deret manusia yang
terjerat kasus ‘hanya’ bermodalkan tulisannya di dunia maya. Bagi saya sendiri,
menulis menjadi jalan untuk bertemu banyak orang. Padahal ya masih sakieu ayana tulisan saya mah. Tapi begitu
saja, rasanya seperti menemukan teman-teman yang kenalnya bukan dari kesamaan
lembaga sekolah, lingkaran pertemanan, melainkan dari kesamaan ide dan gagasan.
Menyenangkan, bukan? ketika kita mengenal seseorang berawal dari ide-ide dan
pemikirannya. Yah, salah satu contohnya saja pertemuan saya dengan Dede,
partner saya dalam menulis buku TEMU (oh ya, saya belum pernah cerita tentang
TEMU disini. Mungkin kapan-kapan. Atau yang mau tahu bisa langsung mampir ke akun instagram
@selariktemu).
Buku TEMU |
Saya jadi ingat, ketika masih
duduk di bangku kelas 10 Aliyah, waktu itu kelas kami mengadakan perjalanan ke
Monumen Nasional bersama Wali Kelas. Di atas menara Monas, kami membuat lingkaran,
lalu masing-masing menjiplak tangan di atas kertas untuk kemudian di gambar.
Pak Away, wali kelas kami, lantas meminta untuk kami menuliskan cita-cita kami
di atas kertas itu. Saya masih ingat jelas salah satu kalimat yang saya
tuliskan; “i wanna change the world; with
my own way!” Bukan tanpa alasan saya menuliskannya, dan kalimat itu jelas bukan
hal yang utopis.
I wanna change the world
with my own way. Saya yakin, setiap orang memiliki potensi untuk berkiprah dan
memberikan kebermanfaatan bagi orang lain dalam kehidupannya. Sebab telah
dikatakan juga, bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang
lain. Bagi saya, mengubah dunia adalah dari diri sendiri, kemudian orang-orang
sekitar. Tidak perlu menunggu nanti untuk “change the world”. Sebab saya telah
merasakannya sendiri. Bahwa hidup saya berubah oleh kasih sayang, oleh
kebaikan, oleh motivasi, oleh senyum, yang saya dapatkan dari orang lain. Sebab
saya tahu rasanya hidup saya berubah yang tadinya tengah terpuruk, berubah
karena ada seseorang yang mau mendengarkan, memberi nasihat, membimbing, dan
mendoakan kebaikan-kebaikan untuk saya. Saya juga merasakannya sendiri,
bagaimana tulisan dapat menjadi agen perubahan dalam hidup saya. Manakala saya
membaca tulisan orang lain tanpa mengenal sosok penulisnya, namun pesan-pesan
kearifan hidup dapat saya maknai dan memberikan hikmah. Sebab saya juga mendapati
sendiri, bagaimana ulama-ulama terdahulu mengubah dunia melalui pena nya. Mereka
hidup dalam karya-karya. Hei, betapa indah jika karya itu menjadi jembatan
menuju syurga, kan? tidak hanya mengubah dunia, tapi juga “mengubah” akhirat!
Mengingat kiprah para ulama
yang menulis, semakin kesini saya semakin sadar, kefakiran ilmu dan kurangnya
adab lah yang menjadikan tulisan tak ubahnya seperti pepesan kosong. Iya
kosong, nggak ada isinya L atau yang lebih mengerikan lagi, jikalau
tulisan-tulisan itu justru menjadi bumerang dan ternyata membuat pembacanya
ibarat menenggak racun; buang-buang waktu, memahami hidup dari sudut pandang keliru, atau yang paling mengerikan, membuat si pembaca jauh dengan Rabb yang Mahatau.
Agaknya kalimat “i wanna
change the world with my own way” harus sedikit direvisi, barangkali menjadi “i
wanna change the world (to be better) with my own way” atau “i wanna create the
better world with my own way” atau “i
wanna make the world better with my own way” atau terserah lah apa yang bagus.
:’D da intinya begitu.
Ada banyak kebaikan-kebaikan kecil yang bisa kita lakukan. Saya ingat pesan salah satu guru terbaik saya, Ibunda Evi, beliau berpesan pada saya; “jangan pernah lelah berbuat kebaikan sekecil apapun, Rizky. Sebab kita tidak pernah tahu amal kebaikan yang mana yang akan mengantarkan kita ke syurga!” jazaakillahu khaiir Bu Evi :’)
Intinya tulisan ini ingin
mengatakan bahwa bukan hanya mulutmu yang harimaumu, tapi juga tulisanmu
harimaumu. Perhatikan apa-apa yang kita ungkap, baik melalui lisan maupun
tulisan, sekecil apapun itu. Sebab, terlebih di era seperti saat ini, kita tidak pernah tahu ada
berapa banyak orang yang mendengar ucapan kita, yang membaca tulisan kita. Kita
tidak pernah tahu, dampak sebesar apa yang kita perbuat dengan harimau kita
itu. Watch (y)our words. Tulisan memiliki power
yang kuat (power yang kuat teh
maksudnya gimana sih? ya begitu lah. Kekuatan yang kuat. Kuat kuadrat (?)). Mungkin bisa melengkapi nasihat Ibunda Evi; hati-hati melakukan keburukan sekecil apapun, karena kita tidak tahu amal keburukan yang mana yang akan mengantarkan kita ke neraka! :''(
Saya juga mau minta maaf
jikalau ada tulisan-tulisan saya yang tidak berkenan. Saya sangat menerima masukan.
Jika memang ada yang keliru, tolong sampaikan saja dan nasihati saya. Semoga
Allah memberikan kemudahan bagi saya untuk menerima nasihat, aamiin... Terakhir,
terimakasih ya, sahabat yang laporan habis baca blog. Saya nyaris lupa masih punya
blog. Barangkali harus ada postingan-postingan yang diterka ulang dan difilter,
khawatir unfaedah. Hatur nuhun J
Selepas hujan di Jakarta,
11 Ramadhan 1439 H