Assalamu'alaikum, Kawan.
Hei, apa kabarnya dirimu? Rasanya lama sekali kita tak bersua. Lama sekali tak kita bunuh malam-malam kita bersama; membentangkan sajadah, atau sekadar berbagi kisah -yang seringkali berakhir dengan salam selamat malam, semoga tidur nyenyak, jangan lupakan Dia-. Ah ya, Kau benar. Aku selalu rindu diskusi malam kita yang menggila. Membunuh waktu. Kita selalu berharap malam-malam itu akan jadi bermanfaat. Tapi apa daya, hal-hal tak penting toh nyatanya terlontar juga. Maafkan aku untuk yang satu itu. :)
Ada momen-momen yang sangat aku ingat (setidaknya sampai saat ini). Sederhana, namun sungguh, berkesan. Aku senang sekali, tiap kau mengatai aku 'nyebelin'. Sungguh. ada kebahagiaan tersendiri bagiku, dikatai seperti itu. Haha. Karena tidak semua orang mampu berkata demikian. Dan Kau salah satu dari makhluk langka itu. Atau, ketika Kau memasang tampang males, tiap mendengar pengakuanku soal indera ke-6. Aku tahu Kau BT sekali. (apa artinya BT? entahlah aku tidak tahu pasti. :D). Jahatnya, aku gembira sekali melihat tampang malesmu itu. Tampang 'apabanget' tiap kuungkit-ungkit soal indera ke-6. :)
Banyak hal-hal sederhana, yang jadi tidak sederhana dimataku. Kau cuek, tapi tidak cuek. Kau merasa tidak tahu, tanpa kau sadari aku merasa kau tahu banyak. Satu hal yang favorit sekali darimu adalah; kau kerap bertanya. Berhasil menang dariku untuk bertanya soal kabar. Ketika biasanya aku yang menanyakan soal itu pada lawan bicara. Dan aku merasa perlu berterima kasih atas hal itu. Terimakasih. Haha. Bahkan boleh jadi kau tidak sadar yang dimaksud disini adalah dirimu. Tidak masalah. Terimakasih banyak. Berjalan bahagia adalah salah satu petunjuknya. :)
Kau itu benar-benar mengagumkan. Ingin aku bertanya, bagaimana bisa kau berbuat sedemikian 'sempurna'nya? hal-hal menyenangkan bersamamu rasanya lucu sekali. (Sudahlah, akhir-akhir ini aku memang gemar menggunakan kosakata 'rasa'). Membuatku kadang geregetan dan ingin menggetok kepala sendiri. Kau ingat, bagaimana awal mula perbincangan kita? dibuka dengan cerita pendek yang ditutup dengan saling ber-Oh ria. Oh, ternyata aku tidak sendiri. Oh, ternyata yang begitu bukan aku saja. Oh, ternyata kita memang bersama-sama. Ya, kadang, imbuhan 'oh' itu menjelma hiperbola jadi 'ya ampuun' dan menjelma jadi yang lebih indah; 'Subhanallah'. :D
Maaf karena aku banyak sekali bicara. Entah kenapa, demikian adanya. Tapi kau tidak pernah protes. Tidak pernah. Sejauh yang aku ingat, kalau kau mulai jenuh, kau akan diam. Atau paling tidak mengalihkan fokus. Terimakasih (lagi) untuk hal ini. Kau mengingatkan aku dengan cara yang paling baik. Emas. Membuatku tak mampu melawan, dan kemudian jadi berfikir sendiri. Ternyata itu maksudmu. Lambat laun aku mengerti. Kau demikian adanya. Tapi jadi atraktif sekali dalam banyak hal. Membuatku acapkali tertawa, melihat tingkahmu itu. Paduan unik antara hebring dengan wibawa tak kalah tanding.
Kau juga merupakan pencerita ulung. Selalu sukses membuatku takjub akan kisah-kisahmu. Bagaimana kau yang cerewet itu bisa menjelma manjadi begitu puitis, dalam waktu-waktu tertentu. Betapa aku tak heran ketika suatu saat kau memintaku untuk memandang langit, lantas berucap tentang jangan lupakan. Kau ajaib, Kawan. Seribu kata-katamu yang menghujan sekali. Sering sekali tahu-tahu memenuhi jendela mata. Kau rajin merangkai kata meski sulit kugali apa yang ada di benakmu itu. Indera ke-6 ku seringkali tidak berfungsi dengan baik, menghadapi kau yang lugu tapi menyebalkan. Dan sialnya kau terlanjur aku sayangi. Ya, kau benar-benar pencerita ulung yang membuatku banyak introspeksi. Terimakasih (kembali). :)
Hah. Bicara tentangmu takkan ada habisnya, Kawan. Kapalmu mungkin esok berangkat. Mungkin lusa. Mungkin bulan depan. Mungkin tahun depan. Keretamu bahkan mungkin meluncur satu jam lagi. Atau bahkan semenit, sedetik lagi. Aku tak pernah meminta waktu kembali. Kangen? hei, jangan GR. Haha. Hanya sekadar ingin kau tahu. Momen-momen sederhana bersamamu itu istimewa sekali. (Lupakan dulu soal ada berapa hal istimewa di dalam benakku. Banyak sekali). Kadang aku sebal kenapa kau begitu tinggi. Bahumu terlalu sulit kuraih bahkan hanya untuk 'numpang' cengeng. Tapi terlepas dari itu, kau selalu mampu membuat aku merasa ada, dengan sapaanmu melalui peluk hangat seorang teman. Seperti kau yang tetap melihatku apa adanya, meski pernah kubunuh waktu tidurmu; bicara soal instansi kita yang sungguh istimewa. Iya, kau yang mengatai aku gila dengan segala kehormatannya. Haha. Aku akan selalu merindukan saat itu. Waktu kau hujani aku dengan bantal-bantal empuk. Membungkam paksa mulutku yang kau cibir menyebalkan. Menyebalkan, tapi seringkali menarik bagimu untuk dimintai pendapat, kan? Haha. Meski yang keluar hanya pendapat murahan, tapi kau mau mendengarnya. Sungguh terimakasih atas semua penghargaan itu.
Ini boleh jadi tentang kau. Boleh jadi tentang yang lain.
Terimakasih sekali, Kawan. :)
Semoga kau baik-baik di tanahNya.
Wassalamu'alaikum.